Assalamualaikum warahmatullah,
Masih saya ingat opah Hindun (opah adalah gelaran untuk nenek bagi orang Perak), selalu bercerita yang datuk dan moyang kami berketurunan Mandaling dan berasal dari tanah Sumatra, Indonesia. Menurut opah, datuk saya, Abdullah bin Jaafar bin Abas (Abbas?) adalah generasi
Menurut sejarah-mandailing, Serangan Raja Gadumbang Porang atau Tuanku Mandailing dengan tentera paderi tidaklah begitu menekan tetapi apabila Tuanku Lelo bertubi-tubi menyerang Penyabungan dan memburu yang Dipertuan Huta Siantar bersama pengikutnya; pembunuhan beramai-ramai telah memaksa sebahagian besar penduduk Mandailing melarikan diri ke Tanah Melayu, sekitar tahun 1816 – 1832. Ada pula di antara raja-raja Mandailing yang mengikut tentera Paderi seperti Patuan Maga, Baginda Sidursat dan lain-lainnya telah menentang Tuanku Lelo. Di bawah pimpinan Tuanku Mandailing beberapa orang panglima perang paderi akhirnya menyerang Kubu Tuanku Lelo di Padang Sidempuan dan menewaskannya. Salah seorang anak raja Mandailing bernama Jahurlang yang bergelar Tuanku Bosi yaitu anak kepada Patuan Maga telah menyertai Tuanku Imam Bonjol sebelum jatuhnya benteng Padang Sidempuan. Beliau diamanahkan oleh Tuanku Imam Bonjol untuk menjaga Bentang Bonjol pada tahun 1837 – sewaktu beliau berunding dengan Belanda.
Menurut cerita opah, moyang datuk adalah pendekar di tanah kelahirannya... Waaa... jika moyang saya pendekar satu ketika dulu, makanya saya juga berdarah pendekarlah..... (heh heh!). Saya kurang pasti berapa ramai yang berhijrah ke tanah Melayu pada masa itu, kebanyakan mereka menetap di Kampar, Gopeng, Jeram dan Gunung Panjang, Kuala Dipang dan kawasan sekitarnya.
Saya sendiri mempunyai seorang kenalan di Dumai yang berketurunan Mandailing, marga Nasution. Menurutnya, Mandailing sangat kuat memegang adat (seperti keturunan Minangkabau yang kuat memegang adat), tetapi apa yang saya lihat di kampung dan kawasan sekitarnya tidak lagi mengamalkan adat-istiadat orang Mandailing. Malahan, tutur kata (loghat) mereka pun tidak melambangkan keturunan dan asal usul. Berkemungkinan besar, yang berhijrah ke sini dulu orang-orangnya muda belaka dan tiada orang-orang tua, jadi saya dapat simpulkan mereka telah meninggalkan adat keturunan dan menyerapkan adat Melayu Perak.
Kalau ikut kata kenalan saya ada beberapa marga dalam Mandailing, marga yang 'major' ada tujuh (7), menurut listing Wikipedia, marga Mandailing terdiri dari :
1. Lubis
2. Nasution
3. Siregar
4. Hasibuan
5. Harahap
6. Tanjung
7. Dalimunthe
8. Matondang
9. Rangkuti
10. Parinduri
11. Pulungan
12. Rambe
13. Daulae(y)
14. Pohan
15. Batubara
16. Barus
17. Hutajulu
Saya nak kongsi info tentang orang Mandailing yang dipetik dari SiMgrup, semoga info ini ada manafaatnya.
Marga boleh dikenali berasaskan kepakaran masing-masing. Ada yang terdiri daripada pahlawan, ahli seni, orang besar, guru dan sebagainya. (NB : jika moyang saya seorang pahlawan, apakah marganya?)
Di sebelah Pulau Sumatera, masih ramai yang pakai nama bangsa ini dihujung nama sendiri; contohnya Hakim Nasution bin Abu Samah Nasution, Faisal Tanjung bin Saleh Tanjung dll. Di Malaysia, ramai yang orang mandailing yang kaya dan power, contoh keluarga Tun Siti Hasmah, Tun Hanif Omar (NB : menurut opah, Tun dari berketurunan adik-beradik Abbas yang berhijrah), Daim Zaindudin atau ahli seni seperti Saifudin Nasution, Cico Harahap, Ahmad Tarmimi Siregar dan lain-lain.
Perantauan Orang Mandailing ke Malaysia
- Amalan Dalian Na Tolu dalam perantauan
- Tradisi Gordang Sambilan di Klang
Rencana
- Abdur-Razzaq Lubis, Selamatkan Masjid Papan (Surat Berita Mandailing Jilid 1, No. 1)
- Abdur-Razzaq Lubis, Sutan Puasa dan Kuala Lumpur (Surat Berita Mandailing Jilid 1, No. 1)
- Abdur-Razzaq Lubis, Adam Malik, anak Chemor (Surat Berita Mandailing Jilid 1, No. 2)
- Abdur-Razzaq Lubis, Kampung Batu Sembilan, Chemor, (Surat Berita Mandailing Jilid 1, No. 2)
Orang Mandailing mempunyai tradisi Pai Kolang, perantauan ke pantai barat Semenanjung Malaysia. Perang Paderi (1816-1833) ada yang menyebut dari 1803-1838, memasuki Mandailing untuk menguasai tambang/lombong dan pengeluaran mas di samping menyebarkan agama Islam. Perang antara kaum adat dan kaum Paderi di Minangkabau, Perang Paderi bertukar menjadi perang antara kaum Paderi dan Belanda setelah Belanda memihak kepada kaum adat. Sekitar tahun 1820, Paderi memasuki Mandailing . Sebagian orang Mandailing ada yang memihak Paderi dan sebagian menyebelahi Belanda. Kaum Paderi coba menghancurkan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan amalan/agama nenek moyang yang dianuti oleh orang-orang Mandailing yang bertentangan dengan Islam ala-Paderi. Peristiwa ini mencetuskan perantauan besar-besaran orang-orang Mandailing ke Malaysia pada abad ke 19, dikepalai oleh Raja-Raja Mandailing yang diikuti oleh marga-marga.
Kehadiran orang-orang Mandailing di Malaysia meledakkan peperangan di tiga negeri yang berlangsung selama 30 tahun. Dari Melaka, pelarian Mandailing mengungsi ke Sungai Ujong (Seremban, Negeri Sembilan, hari ini), melombong/menambang mas sebelum terlibat dalam Perang Rawa, 1848. Mereka kemudian mengungsi ke tambang/lombong mas di Pahang, di mana mereka terheret dalam Perang Orang Kemaman (Perang Pahang, 1857-1863). Kemudian mereka coba menguasai tambang bijih timah di Selangor yang menjadi rebutan, sebelum mengepalai Porang Kolang (Perang Selangor, 1867-1873). Menjadi buruan orang Melayu Pahang, Bugis dan British, mereka melepaskan diri ke negeri Perak dan menjadi askar-askar upahan British dalam Perak War (1875-1876) menentang orang Melayu Perak. Sampai ke hari ini, keturunan "pengacau-pengacau" Mandailing masih dapat ditemui di Negeri Sembilan, Pahang, Selangor dan di Perak. Mulanya sebagai pelombong, pedagang/peniaga dan askar upahan, mereka kemudian menjadi pentadbir (penghulu), pendidik dan forester.
Caption: Peta perantauan orang-orang Mandailing ke Semenanjung
Credit: Donald Tugby, 'Cultural Change and Identity: Mandailing Immigrants in West Malaysia', University of Queensland Press, 1977.
http://www.mandailing.org/ind/perantauan.html
http://maulanusantara.wordpress.com/2008/01/22/mandailing-dalam-lintasan-sejarah/
Bangsa Mandailing dimelayukan Inggeris
Kalau penjajah Belanda melabelkan orang Mandailing sebagai Batak, penjajah Inggeris melabelkan orang Mandailing sebagai "foreign Malays" (Melayu dagang). Di satu pihak, orang Mandailing disebut Batak Mandailng, dan di pihak yang lain, disebut Melayu Mandailing.
Penjajah Inggeris memakai istilah "foreign Malays" untuk merujuk kepada orang Mandailing dengan alasan kemudahan administratif (administrative convinience). Pada mulanya, kategori Mandailing dan Batak terpisah dalam sensus-sensus British Malaya, kemudian kedua kategori tersebut dihapuskan menyebabkan orang Batak mahupun orang Mandailing pilih 'masuk Melayu' atau menjadi Melayu dalam pengambilan sensus.
Meskipun berabad-abad orang-orang Batak sudah 'masuk Melayu', pemisahan Batak-Melayu terus kekal. Hinggakan proses memelayukan orang-orang Batak termasuk bangsa/umat Mandailing yang dikategorikan sebagai sub-Batak itu, berkelanjutan hingga masakini. Apakah muslihat dan strategi penjajah dan sarjana-sarjana Barat mahu menghapuskan kemajemukan kebangsaan bangsa-bangsa lain di Sumatra Utara supaya bertuankan Batak? Apakah muslihat dan strategi penjajah dan sarjana-sarjana Barat mahu menghapuskan kemajemukan kebangsaan bangsa-bangsa Nusantara yang kedapatan di Semenanjung supaya bertuankan Melayu?
Bermula dengan rekayasa sosiol engineering kolonial Belanda dan British, disusuli proses Malayanisasi (kemudian Malaysianisasi) dan Indonesianisasi yang berlaku sejak dari abad ke 19 sampai sekarang menerusi pendidikan nasional, polisi kebudayaan nasional dan nasionalisme Melayu dan Indonesia. Ciri-ciri khusus kebangsaan bangsa/umat Mandailing seperti bahasa dan aksara, digugat dan kemudian terhapus sama sekali atas nama asabiah (fanatik perkauman) pembangunan nasional, identitas nasional dan kesatuan nasional.
Artikel ini di copy&paste dari berbagai sumber website, grup perbincangan formal, saya sgt berharap member yg lebih pakar sila perbetulkan jika ada berlaku kesilapan fakta.
From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search
The Mandailing is a traditional cultural group in Southeast Asia. They are found mainly in the northern section of the island of Sumatra in Indonesia. There are also significant groups of Mandailing in Malaysia, especially in the states of Selangor and Perak. The Mandailings in Indonesia are often considered to be part of the Batak people, but are often also considered to be a separate group. They came under the influence of the Kaum paderi who ruled the Minangkabau of Tanah Datar. As a result, the Mandailing were influenced by Muslim culture and converted to Islam. Previous to their conversion, they practised Hinduism and Parmalim (Batak native religion). The etymology of 'Mandailing' is said to be a coupounding of the words manda, meaning 'mother', and ilang, meaning 'lost'. Thus, the name is said to mean 'lost mother'. Some research has suggested that the Mandailing are the descendants of the Toba Batak, who migrated to the south centuries before the coming of the Portuguese and Dutch colonisation of Sumatra. There they converted to Islam and intermarried with Minangkabau and the Malay peoples. Mandailing society is patriarchal, employing family names, or marga, in the same manner as the Toba Batak. The same marga can be found, such as Lubis, Nasution, Siregar, Hasibuan, Harahap, Dalimunthe (originally from Munthe), Matondang, Rangkuti, Parinduri, Pulungan, Rambe, Daulae(y), Pohan, Batubara (not to be confused with the Batu Bara people from the east coast of Sumatra), Barus and Hutajulu. They are closely related to the Angkola, who are mixed between Muslim and Christian adherents.
'Mandailing' is the name of region (Luat Mandailing) which is now almost in Mandailing Natal Regency in North Sumatra Province. The first group who came to this region were the Lubis, later followed by the Siregar, Harahap and so forth. These groups migrated from the northern region, which now belongs to North Tapanuli Regency and Tobasa Regency. One of these groups, the Harahap, left, which makes their identification to the region difficult. Matondang, Rangkuti and Parinduri are the local groupss of Luat Mandailing. Harahap and Siregar dwell almost in Luat Angkola, which now belongs to South Tapanuli Regency, situated between Mandailing-Natal Regency and North Tapanuli Regency.
Capaian entry berkaitan :
* Horas mandailing! Saya marga (clan) Nasution!