PAGE

Rabu, April 15, 2009

Berapa lama kita dikubur?

Satu lagi renungan yang dititpkan di SahabatTazkirah.

Awan sedikit mendung, ketika kaki kaki kecil Yani berlari-lari gembira di atas jalanan menyeberangi kawasan lampu merah Karet. Baju merahnya yg besar melambai-lambai di tiup angin. Tangan kanannya memegang ais krim sambil sesekali mengangkatnya ke mulutnya untuk dicicapi, sementara tangan kirinya mencengkam ikatan sabuk celana ayahnya.

Yani dan ayahnya memasuki wilayah pemakaman umum Karet, berputar sejenak ke kanan & kemudian duduk di atas tembok nisan, tertulis, "Hj Rajawali binti Muhammad 19-10-1915: 20- 01-1965"

"Nak, ini kubur nenekmu mari kita berdo'a untuk nenekmu."

Yani melihat wajah ayahnya, lalu meniru gaya tangan ayahnya yang mengangkat ke atas dan ikut memejamkan mata seperti ayahnya. Ia mendengarkan ayahnya berdo'a untuk neneknya.

"Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun, ya ayah."

Ayahnya mengangguk sambil tersenyum, sambil memandang pusara ibunya.

"Hmm, bererti nenek sudah meninggal 42 tahun, ya ayah..." Kata Yani berlagak sambil matanya mengira dan jarinya berhitung.

"Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 42 tahun..."

Yani menoleh kepalanya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana. Di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut yang tertulis, "Muhammad Zaini: 19-02-1882 : 30-01-1910"

"Hmm... Kalau yang itu sudah meninggal 106 tahun yang lalu, ya ayah," jarinya menunjuk nisan bersebelahan kubur neneknya.

Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengusap kepala anak satu-satunya.

"Memangnya kenapa ndhuk (anak perempuan)?" kata sang ayah menatap teduh mata anaknya.

"Hmmm, ayahkan semalam bilang, bahawa kalau kita mati, lalu di kubur dan kita banyak dosanya, kita akan diseksa di neraka," kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. "Iya kan, ayah?"

Ayahnya tersenyum, "Lalu?"

"Iya.... Kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah diseksa 42 tahun dong yah di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 42 tahun nenek senang di kubur.... Ya nggak, yah?" mata Yani bersinar kerana bisa menjelaskan kepada ayahnya pendapatnya.

Ayahnya tersenyum, namun sekilas tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas .......

"Iya nak, kamu pintar," kata ayahnya pendek.

Pulang dari pemakaman, ayah Yani tampak gelisah. Di atas sejadahnya, memikirkan apa yang dikatakan anaknya, 42 tahun hingga sekarang. Kalau kiamat datang 100 tahun lagi? 142 tahun disiksa, atau bahagia di kubur. Lalu ia tertunduk, meneteskan air mata.

Kalau ia meninggal dengan banyak dosanya, jika kiamat masih 1000 tahun lagi berarti ia akan disiksa 1000 tahun?

'Innalillaahi WA inna ilaihi rooji'un'..... Air matanya semakin banyak menetes, sanggupkah ia selama itu diseksa? Iya kalau kiamat 1000 tahun ke depan, kalau 2000 tahun lagi? Kalau 3000 tahun lagi? Selama itu ia akan diseksa di kubur. Tahankah? Padahal melihat adegan pameran dipukuli masa di tv kemarin ia sudah tak tahan?

Ya Allah... Ia semakin menunduk, tangannya mengangkat, setinggi bahunya naik turun tak teratur.... air matanya semakin membanjiri pipi dan janggutnya…

"Allahumma as aluka khusnul khootimah..." Berulang kali dibacanya doa itu hingga suaranya serak. Dan ia berhenti sejenak ketika terdengar batuk Yani.

Dihampirinya Yani yang tertidur di atas dipan Bambu. Dibetulkannya selimutnya. Yani terus tertidur, tanpa menyedari betapa sang ayah sangat berterima kasih padanya karena telah menyadarkannya arti sebuah kehidupan dan apa yang akan datang di depannya.

"Yaa Allah, letakkanlah dunia ditanganku, jangan Kau letakkan dihatiku..."

Sebarkan artikel ini kepada saudara-saudara kita, mudah-mudahan bermanfaat...

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Kongsikan komen anda di sini...