“YA ALLAH, AKU BERLiNÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA PERASAAN SEÐiH ÐAN ÐUKACiTA, AKU BERLINÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA LEMAH ÐAN MALAS, AKU BERLiNÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA BAHKiL ÐAN PENAKUT ÐAN AKU BERLiNÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA BEBAN HUTANG ÐAN TEKANAN PERASAAN.”


“YA ALLAH, BUKAKANLAH UNTUKKU PiNTU-PiNTU KEBAiKAN, PiNTU-PiNTU KESELAMATAN, PiNTU-PiNTU KESiHATAN, PiNTU-PiNTU KENiKMATAN, PiNTU-PiNTU KEBERKATAN, PiNTU-PiNTU KEKUATAN, PiNTU-PiNTU CiNTA SEJATi, PiNTU-PiNTU KASiH SAYANG, PiNTU-PiNTU REZEKi, PiNTU-PiNTU iLMU, PiNTU-PiNTU KEAMPUNAN ÐAN PiNTU-PiNTU SYURGA, YA ALLAH YANG MAHA PENGASiH LAGi MAHA PENYAYANG.”


Jumaat, Julai 31, 2009

Nabi Daud a.s.

Daud bin Yisya adalah salah seorang dari tiga belas bersaudara turunan ketiga belas dari Nabi Ibrahim a.s. Ia tinggal bermukim di kota Baitlehem, kota kelahiran Nabi Isa a.s. bersama ayah dan tiga belas saudaranya.

Daud Dan Raja Thalout

Ketika raja Thalout raja Bani Isra’il mengerahkan orang supaya memasuki tentera dan menyusun tentera rakyat untuk berperang melawan bangsa Palestin, Daud bersama dua orang kakaknya diperintahkan oleh ayahnya untuk turut berjuang dan menggabungkan diri ke dalam barisan askar Thalout. Khusus kepada Daud sebagai anak yang termuda di antara tiga bersaudara, ayahnya berpesan agar ia berada di barisan belakang dan tidak boleh turut bertempur. Ia ditugaskan hanya untuk melayani kedua kakaknya yang harus berada di barisan depan, membawakan makanan dan minuman serta keperluan lainnya bagi mereka, di samping ia harus dari waktu ke waktu memberi laporan kepada ayahnya tentang jalannya pertempuran dan keadaan kedua kakaknya di dalam medan perang. Ia sesekali tidak diizinkan maju ke garis depan dan turut bertempur, mengingatkan usianya yang masih muda dan belum ada pengalaman berperang sejak ia dilahirkan.

Akan tetapi ketika pasukan Thalout dari Bani Isra’il berhadapan muka dengan pasukan Jalout dari bangsa Palestin, Daud lupa akan pesan ayahnya tatkala mendengar suara Jalout yang nyaring dengan penuh kesombongan menentang mengajak berperang, sementara jaguh-jaguh perang Bani Isra’il berdiam diri sehinggapi rasa takut dan kecil hati. Ia secara spontan menawarkan diri untuk maju menghadapi Jalout dan terjadilah pertempuran antara mereka berdua yang berakhir dengan terbunuhnya Jalout sebagaimana telah diceritakan dalam kisah sebelum ini.

Sebagai imbalan bagi jasa Daud mengalahkan Jalout maka dijadikan menantu oleh Thalout dan dikahwinkannya dengan puterinya yang bernama Mikyal, sesuai dengan janji yang telah diumumkan kepada pasukannya bahwa puterinya akan dikahwinkan dengan orang yang dapat bertempur melawan Jalout dan mengalahkannya. Di samping ia dipungut sebagai menantu, Daud diangkat pula oleh raja Thalout sebagai penasihatnya dan orang kepercayaannya. Ia disayang, disanjung dan dihormati serta disegani bukan sahaja oleh mertuanya bahkan oleh seluruh rakyat Bani Isra’il yang melihatnya sebagai pahlawan bangsa yang telah berhasil mengangkat keturunan serta darjat Bani Isra’il di mata bangsa-bangsa sekelilingnya.

Suasana keakraban, saling sayang dan saling cinta yang meliputi hubungan sang menantu Daud dengan sang mertua Thalout tidak dapat bertahan lama. Pada akhir waktunya Daud merasa bahwa ada perubahan dalam sikap mertuanya terhadap dirinya. Muka manis yang biasa ia dapat dari mertuanya berbalik menjadi muram dan kaku, kata-katanya yang biasa didengar lemah-lembut berubah menjadi kata-kata yang kasar dan keras. Bertanya ia kepada diri sendiri gerangan apakah kiranya yang menyebabkan perubahan sikap yang mendadak itu? Adakah hal-hal yang dilakukan yang dianggap oleh mertuanya kurang layak, sehingga menjadikan ia marah dan benci kepadanya? Ataukah mungkin hati mertuanya termakan oleh hasutan dan fitnahan orang yang sengaja ingin merosakkan suasana harmoni dan damai di dalam rumahtangganya? Bukankah ia seorang menantu yang setia dan taat kepada mertua yang telah memenuhi tugasnya dalam perang sebaik yang diharapkan? Dan bukankah ia selalu tetap bersedia mengorbankan jiwa raganya untuk membela dan mempertahankan kekekalan kerajaan mertuanya?

Daud tidak mendapat jawapan yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan yang melintasi fikirannya itu. Dia kemudian kembali kepada dirinya sendiri dan berkata dalam hatinya mungkin apa yang dia lihat sebagai perubahan sikap dan perlakuan dari mertuannya itu hanya suatu dugaan dan prasangka belaka dari pihaknya dan kalau pun memang ada maka mungkin disebabkan oleh urusan-urusan dan masalah-masalah peribadi dari mertua yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya sebagai menantu. Demikianlah dia mencuba menenangkan hati dan fikirannya yang masgul yang berfikir selanjutnya tidak akan mempedulikan dan mengambil kisah tentang sikap dan tindak-tanduk mertuanya lebih jauh.

Pada suatu malam gelap yang sunyi senyap, ketika ia berada di tempat tidur bersama isterinya Mikyal. Daud berkata kepada isterinya, “Wahai Mikyal, entah benarkah aku atau salah dalam tanggapanku dan apakah khayal dan dugaan hatiku belaka atau sesuatu kenyataan apa yang aku lihat dalam sikap ayahmu terhadap diriku? Aku melihat akhir-akhir ini ada perubahan sikap dari ayahmu terhadap diriku. Dia selalu menghadapi aku dengan muka muram dan kaku tidak seperti biasanya. Kata-katanya kepadaku tidak selemah lembut seperti dulu. Dari pancaran pandangannya kepadaku aku melihat tanda-tanda antipati dan benci kepadaku. Dia selalu menggelakkan diri dari duduk bersama aku bercakap-cakap dan berbincang-bincang sebagaimana dahulu ia lakukan bila ia melihatku berada di sekitarnya.”

Mikyal menjawab seraya menghela nafas panjang dan mengusap air mata yang terjatuh di atas pipinya, “Wahai Daud aku tidak akan menyembunyikan sesuatu daripadamu dan sesekali tidak akan merahsiakan hal-hal yang sepatutnya engkau ketahui. Sesungguhnya sejak ayahku melihat bahawa keturunanmu makin naik di mata rakyat dan namamu menjadi buah mulut yang disanjung-sanjung sebagai pahlawan dan penyelamat bangsa, ia merasa iri hati dan khuatir bila pengaruhmu di kalangan rakyat makin meluas dan kecintaan mereka kepadamu makin bertambah, hal itu akan dapat melemahkan kekuasaannya dan bahkan mungkin mengganggu kewibawaan kerajaannya. Ayahku walau ia seorang mukmin berilmu dan bukan dari keturunan raja menikmati kehidupan yang mewah, menduduki yang empuk dan merasakan manisnya berkuasa. Orang mengiakan kata-katanya, melaksanakan segala perintahnya dan membongkokkan diri jika menghadapinya. Dia khuatir akan kehilangan itu semua dan kembali ke tanah ladangnya dan usaha ternaknya di desa. Kerananya dia tidak menyukai orang menonjol yang dihormati dan disegani rakyat apalagi dipuja-puja dan dianggapnya pahlawan bangsa seperti engkau. Dia khuatir bahawa engkau kadang-kadang dapat merenggut kedudukan dan mahkotanya dan menjadikan dia terpaksa kembali ke cara hidupnya yang lama sebagaimana tiap raja meragukan kesetiaan tiap orang dan berpurba sangka terhadap tindakan-tindakan orang-orangnya bila dia belum mengerti apa yang dituju dengan tindakan-tindakan itu.”

“Wahai Daud,” Mikyal meneruskan ceritanya, “Aku mendapat tahu bahawa ayahku sedang memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan engkau dan mengikis habis pengaruhmu di kalangan rakyat dan walaupun aku masih merayukan kebenaran berita itu, aku rasa tidak ada salahnya jika engkau dari sekarang berlaku waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang malang bagi dirimu.”

Daud merasa hairan kata-kata isterinya itu lalu ia bertanya kepada dirinya sendiri dan kepada isterinya, “Mengapa terjadi hal yang sedemikian itu? Mengapa kesetiaanku diragukan oleh ayahmu, padahal aku dengan jujur dan ikhlas hati berjuang di bawah benderanya, menegakkan kebenaran dan memerangi kebathilan serta mengusir musuh ayahmu, Thalout telah kemasukan godaan Iblis yang telah menghilangkan akal sihatnya serta mengaburkan jalan fikirannya?” Kemudian tertidurlah Daud selesai mengucapkan kata-kata itu.

Pada esok harinya Daud terbangun oleh suara seorang pesuruh Raja yang menyampaikan panggilan dan perintah kepadanya untuk segera datang menghadap. Berkata sang raja kepada Daud yang berdiri tegak di hadapannya, “Hai Daud, fikiranku kebelakang ini sangat terganggu oleh sebuah berita yang menrungsingkan. Aku mendengar bahwa bangsa Kan’aan sedang menyusun kekuatannya dan mengerahkan rakyatnya untuk datang menyerang dan menyerbu daerah kita. Engkaulah harapan ku satu-satunya, hai Daud yang akan dapat menanganu urusan ini maka ambillah pedangmu dan siapkanlah peralatan perangmu pilihlah orang-orang yang engkau percayai di antara tenteramu dan pergilah serbu mereka di rumahnya sebelum sebelum mereka sempat datang kemari. Janganlah engkau kembali dari medan perang kecuali dengan membawa bendera kemenangan atau dengan jenazahmu dibawa di atas bahu orang-orangmu.”

Thalout hendak mencapai dua tujuan sekaligus dengan siasatnya ini, dia handak menghancurkan musuh yang selalu mengancam negerinya dan bersamaan dengan itu mengusirkan Daud dari atas buminya kerana hampir dapat mempastikan kepada dirinya bahawa Daud tidak akan kembali selamat dan pulang hidup dari medan perang kali ini.

Siasat yang mengandungi niat jahat dan tipu daya Thalout itu bukan tidak diketahui oleh Daud. Ia merasa ada udang di sebalik batu dalam perintah Thalout itu kepadanya, namun ia sebagai rakyat yang setia dan anggota tentera yang berdisiplin ia menerima dan melaksanakan perintah itu dengan sebaik-baiknya tanpa mempedulikan atau memperhitungkan akibat yang akan menimpa dirinya.

Dengan bertawakkal kepada Allah berpasrah diri kepada takdir-Nya dan berbekal iman dan talwa di dalam hatinya berangkatlah Daud berserta pasukannya menuju daerah bangsa Kan’aan. Ia tidak luput dari lindungan Allah yang memang telah menyuratkan dalam takdir-Nya mengutuskan Daud sebagai Nabi dan Rasul. Maka kembalilah Daud ke kampung halamannya berserta pasukannya dengan membawa kemenangan gilang-gemilang.

Kedatangan Daud kembali dengan membawa kemenangan diterima oleh Thalout dengan senyum dan tanda gembira yang dipaksakan oleh dirinya. Dia berpura-pura menyambut Daud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan kebenciannya, apalagi disedarinya bahawa dengan berhasilnya Daud menggondol kemenangan, pengaruhnya di mata rakyat makin naik dan makin dicintainyalah ia oleh Bani Isra’il sehingga di mana saja orang berkumpul tidak lain yang dipercakapkan hanyalah tentang diri Daud, keberaniannya, kecekapannya memimpin pasukan dan kemahirannya menyusun strategi dengan sifat-sifat mana ia dapat mengalahkan bangsa Kan’aan dan membawa kembali ke rumah kemenangan yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa.

Gagallah siasat Thalout menyingkirkan Daud dengan meminjam tangan orang-orang Kan’aan. Dia kecewa tidak melihat jenazah Daud diusung oleh orang-orangnya yang kembali dari medan perang sebagaimana yang dia harapkan dan ramalkan, tetapi dia melihat Daud dalam keadaan segar-bugar gagah perkasa berada di hadapan pasukannya menerima alu-aluan rakyat dan sorak-sorainya tanda cinta kasih sayang mereka kepadanya sebagai pahlawan bangsa yang tidak terkalahkan.

Thalout yang dibayang rasa takut akan kehilangan kekuasaan melihat makin meluasnya pengaruh Daud, terutama sejak kembalinya dari perang dengan bangsa Kan’aan, berfikir jalan satu-satunya yang akan menyelamatkan dia dari ancaman Daud ialah membunuhnya secara langsung. Lalu diaturlah rencana pembunuhannya sedemikian cermatnya sehingga tidak akan menyeret namanya terbawa-bawa ke dalamnya. Mikyal, isteri Daud yang dapat mencium rancangan jahat ayahnya itu, segera memberitahu kepada suaminya, agar ia segera menjauhkan diri dan meninggalkan kota secepat mungkin sebelum rancangan jahat itu sempat dilaksanakan. Maka keluarlah Daud memenuhi anjuran isterinya yang setia itu meninggalkan kota diwaktu malam gelap dengan tiada membawa bekal kecuali iman di dada dan kepercayaan yang teguh yang akan inayahnya Allah dan rahmat-Nya.

Setelah berita menghilangnya Daud dari istana Raja diketahui oleh umum, berbondong-bondonglah menyusul saudara-saudaranya, murid-muridnya dari para pengikutnya mencari jejaknya untuk menyampaukan kepadanya rasa setia kawan mereka serta menawarkan bantuan dan pertolongan yang mungkin diperlukannya.

Mereka menemui Daud sudah agak jauh dari kota, dia lagi istirahat seraya merenungkan nasib yang dia alami sebagai akibat dari perbuatan seorang hamba Allah yang tidak mengenal budi baik sesamanya dan yang selalu memperturutkan hawa nafsunya sekadar untuk mempertahankan kekuasaan duniawinya. Hamba Allah itu tidak sedar, fikir Daud bahawa kenikmatan dan kekuasaan duniawi yang dia miliki adalah pemberian Allah yang sewaktu-waktu dapat dicabut-Nya kembali daripadanya.

Daud Dinobatkan Sebagai Raja

Raja Thalout makin lama makin berkurang pengaruhnya dan merosot kewibawaannya sejak ia ditinggalkan oleh Daud dan diketahui oleh rakyat rancangan jahatnya terhadap orang yang telah berjasa membawa kemenangan demi kemenangan bagi negara dan bangsanya. Dan sejauh penghargaan rakyat terhadap Thalout merosot, sejauh itu pula cinta kasih mereka kepada Daud makin meningkat, sehingga banyak di antara mereka yang lari mengikuti Daud dan menggabungkan diri ke dalam barisannya, hal mana menjadikan Thalout kehilangan akal dan tidak dapat menguasai dirinya. Dia lalu menjalankan siasat tangan besi, menghunus pedang dan membunuh siapa saja yang ia ragukan kesetiaannya, tidak terkecuali di antara korban-korbannya terdapat para ulama dan para pemuka rakyat.

Thalout yang mengetahui bahawa Daud yang merupakan satu-satunya saingan baginya masih hidup yang mungkin sekali akan menuntut balas atas pengkhianatan dan rancangan jahatnya, merasakan tidak dapat tidur nyenyak dan hidup tenteram di istananya sebelum dia melihatnya mati terbunuh. Kerananya dia mengambil keputusan untuk mengejar Daud di mana pun dia berada, dengan sisa pasukan tenteranya yang sudah goyah disiplinnya dan kesetiaannya kepada Istana. Dia fikir harus cepat-cepat membinasakan Daud dan para pengikutnya sebelum mereka menjadi kuat dan bertambah banyak pengikutnya.

Daud berserta para pengikutnya pergi bersembunyi di sebuah tempat persembunyian tatkala mendengar bahawa Thalout dengan askarnya sedang mengejarnya dan sedang berada tidak jauh dari tempat persembunyiannya. Dia menyuruh beberapa orang daripada para pengikutnya untuk melihat dan mengamat-amati kedudukan Thalout yang sudah berada dekat dari tempat mereka bersembunyi. Mereka kembali memberitahukan kepada Daud bahawa Thalout dan askarnya sudah berada di sebuah lembah dekat dengan tempat mereka dan sedang tertidur semuanya dengan nyenyak. Mereka berseru kepada Daud jangan mensia-siakan kesempatan yang baik ini untuk memberi pukulan yang memastikan kepada Thalout dan askarnya. Anjuran mereka ditolak oleh Daud dan ia buat sementara merasa cukup sebagai peringatan pertama bagi Thalout menggunting saja sudut bajunya selagi ia nyenyak dalam tidurnya.

Setelah Thalout terbangun dari tidurnya, dihampirilah dia oleh Daud yang seraya menunjukkan potongan yang digunting dari sudut bajunya berkatalah dia kepadanya, “Lihatlah pakaian bajumu yang telah aku gunting sewaktu engkau tidur nyenyak. Sekiranya aku mahu nescaya aku dengan mudah telah membunuhmu dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu, namun aku masih ingin memberi kesempatan kepadamu untuk bertaubat dan ingat kepada Tuhan serta membersihkan hati dan fikiranmu dari sifat-sifat dengki, hasut dan buruk sangka yang engkau jadikan dalih untuk membunuh orang sesuka hatimu.”

Thalout tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya bercampur malu yang nampak jelas pada wajahnya yang pucat. Ia berkata menjawab Daud, “Sungguh engkau adalah lebih adil dan lebih baik hati daripadaku. Engkau benar-benar telah menunjukkan jiwa besar dan perangai yang luhur. Aku harus mengakui hal itu.”

Peringatan yang diberikan oleh Daud belum dapat menyedarkan Thalout. Hasratnya yang keras untuk mempertahankan kedudukannya yang sudah lapuk itu menjadikan dia lupa peringatan yang dia terima dari Daud tatkala digunting sudut bajunya. Dia tetap melihat Daud sebagai musuh yang akan menghancurkan kerajaannya dan mengambil alih mahkotanya. Dia merasa belum aman selama masih hidup dikelilingi oleh para pengikutnya yang makin lama makin membesar bilangannya. Dia enggan menarik pengajaran dan peristiwa perguntingan bajunya dan mencuba sekali lagi membawa askarnya mengejar dan mencari Daud untuk menangkapnya hidup atau mati.

Sampailah berita pengejaran Thalout ke telinga Daud buat kali keduanya, maka dikirimlah pengintai oleh Daud untuk mengetahui di mana tempat askar Thalout berkhemah. Di ketemukan sekali lagi mereka sedang berada disebuah bukit tertidur dengan nyenyaknya kerana payah kecapaian. Dengan melangkah beberapa anggota pasukan yang lagi tidur, sampailah Daud di tempat Thalout yang lagi mendengkur dalam tidurnya, diambilnyalah anak panah yang tertancap di sebelah kanan kepala Thalout berserta sebuah kendi air yang terletak disebelah kirinya. Kemudian dari atas bukit berserulah Daud sekeras suaranya kepada anggota pasukan Thalout agar mereka bangun ari tidurnya dan menjaga baik-baik keselamatan rajanya yang nyaris terbunuh kerana kecuaian mereka. Dia mengundang salah seorang dari anggota pasukan untuk datang mengambil kembali anak panah dan kendi air kepunyaan raja yang telah dicuri dari sisinya tanpa seorang pun dari mereka yang mengetahuinya.

Tindakan Daud itu yang dimaksudkan sebagai peringatan kali kedua kepada Thalout bahawa pasukan pengawal yang besar yang mengelilinginya tidak akan dapat menyelamatkan nyawanya bila Allah menghendaki merenggutnya. Daud memberi dua kali peringatan kepada Thalout bukan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan yang nyata yang menjadikan dia merasa ngeri membayangkan kesudahan hayatnya andaikan Daud menuntut balas atas apa yang dia telah lakukan dan rancangkan untuk pembunuhannya.

Jiwa besar yang telah ditunjukkan oleh Daud dalam kedua-dua peristiwa itu telah sangat berkesan dalam lubuk hati Thalout. Dia terbangun dari lamunannya dan sedar bahawa ia telah jauh tersesat dalam sikapnya terhadap Daud. Dia sedar bahawa nafsu angkara murka dan bisikan iblislah yang mendorongkan dia merancangkan pembunuhan atas diri Daud yang tidak berdosa, yang setia kepada kerajaannya, yang berkali-kali mempertaruhkan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, tidak pernah berbuat kianat atau melalaikan tugas dan kewajibannya. Dia sedar bahawa dia telah berbuat dosa besar dengan pembunuhan yang telah dilakukan atas beberapa pemuka agama hanya kerana purba sangka yang tidak berdasar.

Thalout duduk seorang diri termenung membalik-balik lembaran sejarah hidupnya, sejak berada di desa bersama ayahnya, kemudian tanpa diduga dan disangka, berkat rahmat dan kurnia Allah diangkatlah ia menjadi raja Bani Isra’il dan bagaimana Tuhan telah mengutuskan Daud untuk mendampinginya dan menjadi pembantunya yang setia dan komandan pasukannya yang gagah perkasa yang sepatutnya atas jasa-jasanya itu dia mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan bukan sebagaimana dia telah lakukan yang telah merancangkan pembunuhannya dan mengejar-gejarnya setelah dia melarikan diri dari istana. Dan walaupun dia telah mengkhianati Daud dengan rancangan jahatnya, Daud masih berkenan memberi ampun kepadanya dalam dua kesempatan di mana dia dengan mudah membunuhnya andaikan dia mahu.

Membayangkan peristiwa-peristiwa itu semunya menjadi sesaklah dada Thalout menyesalkan diri yang telah terjerumus oleh hawa nafsu dan godaan Iblis sehingga dia mensia-siakan kurnia dan rahmat Allah dengan tindakan-tindakan yang bahkan membawa dosa dan murka Allah. Maka untuk menebuskan dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah, Thalout akhirnya mengambil keputusan keluar dari kota melepaskan mahkotanya dan meninggalkan istananya berserta segala kebesaran dan kemegahannya lalu pergilah dia berkelana dan mengembara di atas bumi Allah sampai tiba saatnya dia mendapat panggilan meninggalkan dunia yang fana ini menuju alam yang baka.

Syahdan, setelah istana kerajaan Bani Isra’il ditinggalkan oleh Thalout yang pergi tanpa meninggalkan bekas, beramai-ramailah rakyat mengangkat dan menobatkan Daud sebagai raja yang berkuasa.

Nabi Daud mendapat Godaan

Daud dapat menangani urusan pemerintahan dan kerajaan, mengadakan peraturan dan menentukan bagi dirinya hari-hari khusus untuk melakukan ibadah dan bermunajat kepada Allah, hari-hari untuk peradilan, hari-hari untuk berdakwah dan memberi penerangan kepada rakyat dan hari-hari menyelesaikan urusan-urusan peribadinya.

Pada hari-hari yang ditentukan untuk beribadah dan menguruskan urusan-urusan peribadi, ia tidak diperkenankan seorang pun menemuinya dan mengganggu dalam khalawatnya, sedang pada hari-hari yang ditentukan untuk peradilan maka dia menyiapkan diri untuk menerima segala laporan dan keluhan yang dikemukakan oleh rakyatnya serta menyelesaikan segala pertikaian dan perkelahian yang terjadi di antara sesama mereka. Peraturan itu diikuti secara teliti dan diterapkan secara ketat oleh para pengawal dan petugas keamanan istana.

Pada suatu hari di mana dia harus menutup diri untuk beribadah dan berkhalwat datanglah dua orang lelaki meminta izin dari para pengawal untuk masuk bagi menemui raja. Izin tidak diberikan oleh para pengawal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun lelaki itu memaksa kehendaknya dan melalui pagar yang dipanjat sampailah mereka ke dalam istana dan bertemu muka dengan Daud.

Daud yang sedang melakukan ibadahnya terperanjat melihat kedua lelaki itu sudah berada di depannya, padahal dia yakin para penjaga pintu istana tidak akan dapat melepaskan siapa pun masuk istana menemuinya. Berkatalah kedua tamu yang tidak diundang itu ketika melihat wajah Daud menjadi pucat tanda takut dan terkejut, “Janganlah terkejut dan janganlah takut. Kami berdua datang kemari untuk meminta keputusan yang adil dan benar mengenai perkara sengketa yang terjadi antara kami berdua.”

Nabi Daud tidak dapat berbuat selain daripada menerima mereka yang sudah berada didepannya, kendatipun tidak melalui prosedur dan protokol yang sepatutnya. Berkatalah ia kepada mereka setelah pulih kembali ketenangannya dan hilang rasa paniknya, “Cubalah bentangkan kepadaku persoalanmu dalam keadaan yang sebenarnya.” Berkata seorang daripada kedua lelaki itu, “Saudaraku ini memilki sembilan puluh sembilan ekor domba betina dan aku hanya memilki seekor sahaja. Dia menuntut dan mendesakkan kepadaku agar aku serahkan kepadanya dombaku yang seekor itu bagi melengkapi perternakannya menjadi genap seratus ekor. Dia membawa macam-macam alasan dan berbagai dalil yang sangat sukar bagiku untuk menolaknya, mengingatkan bahawa dia memang lebih cekap berdebat dan lebih pandai bertikam lidah daripadaku.”

Nabi Daud berpaling muka kepada lelaki yang lain yang sedang seraya bertanya, “Benarkah apa yang telah diuraikan oleh saudara kamu ini?” “Benar,” jawab lelaki itu.

“Jika memang demikian halnya,” kata Daud, dengan marah. “Maka engkau telah berbuat zalim kepada saudaramu ini dan memperkosakan hak miliknya dengan tuntutanmu itu. Aku tidak akan membiarkan engkau melanjutkan tindakanmu yang zalim itu atau engkau akan menghadapi hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu. Dan memang banyak di antara orang-orang yang berserikat itu yang berbuat zalim satu terhadap yang lain kecuali mereka yang benar beriman dan beramal soleh.”

“Wahai Daud,” berkata lelaki itu menjawab, “Sebenarnya engkaulah yang sepatut menerima hukuman yang engkau ancamkan kepadaku itu. Bukankah engkau sudah mempunyai sembilan puluh sembilan perempuan mengapa engkau masih menyunting lagi seorang gadis yang sudah lama bertunang dengan seorang pemuda anggota tenteramu sendiri yang setia dan bakti dan sudah lama mereka berdua saling cinta dan mengikat janji?”

Nabi Daud tercengang mendengar jawapan lelaki yang berani, tegas dan pedas itu dan sekali lagi dia memikirkan ke mana sasaran dan tujuan kata-kata itu, sekonyong-konyong lenyaplah menghilang dari pandangannya kedua susuk tubuh kedua lelaki itu. Nabi Daud berdiam diri tidak mengubah sikap duduknya dan seraya termenung sedarlah dia bahawa ke dua lelaki itu adalah malaikat yang diutuskan oleh Allah untuk memberi peringatan dan teguran kepadanya. Dia seraya bersujud memohon ampun dan maghfirah dari Tuhan atas segala tindakan dan perbuatan yang tidak diredhai oleh-Nya. Allah menyatakan menerima taubat Daud, mengampuni dosanya serta mengangkatnya ke tingkat para nabi dan rasul-Nya.

Adapun gadis yang dimaksudkan dalam percakapan Daud dengan kedua malaikat yang menyerupai sebagai manusia itu ialah “Sabigh binti Sya’igh” seorang gadis yang berparas elok dan cantik, sedang calon suaminya adalah “Uria bin Hannan” seorang pemuda jejaka yang sudah lama menaruh cinta dan mengikat janji dengan gadis tersebut bahawa sekembalinya dari medan perang mereka berdua akan melangsungkan perkahwinan dan hidup sebagai suami isteri yang bahagia. Pemuda itu telah secara rasmi meminang Sabigh dari kedua orang tuanya, yang dengan senang hati telah menerima baik uluran tangan pemuda itu.

Akan tetapi apa yang hendak dikatakan sewaktu Uria bin Hannan berada di negeri orang melaksanakan perintah Daud berjihad untuk menegakkan kalimah Allah, terjadilah sesuatu yang menghancurkan rancangan syahdunya itu dan menjadilah cita-citanya untuk beristerikan Sabigh gadis yang diidam-idamkan itu, seakan-akan impian atau fatamorangana belaka.

Pada suatu hari di mana Uria masih berada jauh di negeri orang melaksanakan perintah Allah untuk berjihad, tertangkaplah paras Sabigh yang ayu itu oleh kedua belah mata Daud dan dari pandangan pertama itu timbullah rasa cinta di dalam hati Daud kepada sang gadis itu, yang secara sah adalah tunangan dari salah seorang anggota tenteranya yang setia dan cekap. Daud tidak perlu berfikir lama untuk menyatakan rasa hatinya terhadap gadis yang cantik itu dan segera mendatangi kedua orang tuanya meminang gadis tersebut.

Gerangan orang tua siapakah yang akan berfikir akan menolak uluran tangan seorang seperti Daud untuk menjadi anak menantunya. Bukankah merupakan suatu kemuliaan yang besar baginya untuk menjadi ayah mertua dari Daud seorang pesuruh Allah dan raja Bani Isra’il itu. Dan walaupun Sabigh telah diminta oleh Uria namin Uria sudah lama meninggalkan tunangannya dan tidak dapat dipastikan bahawa dia akan cepat kembali atau berada dalam keadaan hidup. Tidak bijaksanalah fikir kedua orang tua Sabigh untuk menolak uluran tangan Daud hanya semata-mata kerana menantikan kedatangan Uria kembali dari medan perang. Maka diterimalah permintaan Daud dan kepadanya diserahkanlah Sabigh untuk menjadi isterinya yang sah.

Demikianlah kisah perkhawinan Daud dan Sabigh yang menurut para ahli tafsir menjadi sasaran kritik dan teguran Allah melalui kedua malaikat yang merupai sebagai dua lelaki yang datang kepada Nabi Daud memohon penyelesaian tentang sengketa mereka perihal domba betina mereka.

Hari Sabtunya Bani Isra’il

Di antara ajaran-ajaran Nabi Musa a.s. kepada Bani Isra’il ialah bahawa mereka mewajibkan untuk mengkhususkan satu hari pada tiap minggu bagi melakukan ibadah kepada Allah mensucikan hati dan fikiran mereka dengan berzikir, bertahmid dan bersyukur atas segala kurnia dan nikmat Tuhan, bersolat dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik serta amal-amal soleh. Diharamkan bagi mereka pada hari yang ditentukan itu untuk berdagang dan melaksanakan hal-hal yang bersifat duniawi.

Pada mulanya hari Jumaatlah yang ditunjuk sebagai hari keramat dan hari ibadah itu, akan tetapi mereka meminta dari Nabi Musa agar hari ibadah itu dijatuhkan pada setiap hari Sabtu, mengingatkan bahawa pada hari itu Allah selesai menciptakan makhluk-Nya. Usul perubahan yang mereka ajukan itu diterima oleh Nabi Musa, maka sejak itu, hari Sabtu pada setiap minggu dijadikan hari mulia dan suci, di mana mereka tidak melakukan perdagangan dan mengusahakan urusan-urusan duniawi. Mereka hanya tekun beribadah dan berbuat amal-amal kebajikan yang diperintahkan oleh agama. Demikianlah hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun namun adat kebiasaan mensucikan hari Sabtu tetap dipertahankan turun-temurun dan generasi demi generasi.

Pada masa Nabi Daud berkuasa di suatu desa bernama “Ailat” satu di antara beberapa desa yang terletak di tepi Laut Merah bermukim sekelompok kaum dari keturunan Bani Isra’il yang sumber percariannya adalah dari penangkapan ikan, perdagangan dan pertukangan yang dilakukannya setiap hari kecuali hari Sabtu.

Sebagai akibat dari perintah mensucikan hari Sabtu di mana tiada seorang malakukan urusan dagangan atau penangkapan ikan, maka pasar-pasar dan tempat-tempat perniagaan di desa itu menjadi sunyi senyap pada tiap hari dan malam Sabtu, sehingga ikan-ikan di laut tampak terapung-apung di atas permukaan air, bebas berpesta ria mengelilingi dua buah batu besar berwarna putih terletak di tepi laut dekat desa Ailat. Ikan-ikan itu seolah-olah sudah terbiasa bahawa pada tiap malam dan hari Sabtu terasa aman bermunculan di atas permukaan air tanpa mendapat gangguan dari para nelayan tetapi begitu matahari terbenam pada Sabtu senja menghilanglah ikan-ikan itu kembali ke perut dan dasar laut sesuai dengan naluri yang dimiliki oleh tiap binatang makhluk Allah.

Para nelayan desa Ailat yang pada hari-hari biasa tidak pernah melihat ikan begitu banyak terapung-apung di atas permukaan air, bahkan sukar mendapat menangkap ikan sebanyak yang diharapkan, menganggap adalah kesempatan yang baik dan menguntungkan sekali bila mereka melakukan penangkapan ikan pada tiap malam dan hari Sabtu. Fikiran itu tidak disia-siakan dan tanpa menghiraukan perintah agama dan adat kebiasaan yang sudah berlaku sejak Nabi Musa memerintahkannya, pergilah mereka ramai-ramai ke pantai menangkap ikan di malam dan hari yang terlarang itu, sehingga berhasillah mereka menangkap ikan sepuas hati mereka dan sebanyak yang mereka harapkan, berbeza jauh dengan hasil mereka di hari-hari biasa.

Para penganut yang setia dan para mukmin yang soleh datang menegur para orang fasiq yang telah berani melanggar kesucian hari Sabtu. Mereka diberi nasihat dan peringatan agar menghentikan perbuatan mungkar mereka dan kembali mentaati perintah agama serta menjauhkan diri dari semua larangannya, supaya menghindari murka Allah yang dapat mencabut kurnia dan nikmat yang telah diberikan kepada mereka. Nasihat dan peringatan para mukmin itu tidak dihiraukan oleh para nelayan yang membangkang itu bahkan mereka makin giat melakukan pelanggaran secara demonstratif kerana sayang akan kehilangan keuntungan material yang besar yang mereka peroleh dan penangkapan ikan di hari-hari yang suci. Akhirnya pemuka-pemuka agama terpaksa mengasingkan mereka dari pergaulan dan melarangnya masuk ke dalam kota dengan menggunakan senjata kalau perlu.

Berkata para nelayan pembangkang itu memprotes, “sesungguhnya kota Ailat adalah kota dan tempat tinggal kami bersama kami mempunyai hak yang sama seperti kamu untuk tinggal menetap di sini dan sesekali kamu tidak berhak melarang kami memasuki kota kami ini serta melarang kami menggali sumber-sumber kekayaan yang terdapat di sini bagi kepentingan hidup kami. Kami tidak akan meninggalkan kota kami ini dan pergi pindah ke tempat lain. Dan jika engkau enggan bergaul dengan kami maka sebaiknya kota Ailat ini di bagi menjadi dua bahagian dipisah oleh sebuah tembok pemisah, sehingga masing-masing pihak bebas berbuat dan melaksanakan usahanya tanpa diganggu oleh mana-mana pihak lain.”

Dengan adanya garis pemisah antara para nelayan pembangkang yang fasiq dan pemeluk-pemeluk agama yang taat bebaslah mereka melaksanakan usaha penangkapan ikan semahu hatinya secara besar-besaran pada tiap-tiap hari tanpa berkecuali. Mereka membina saluran-saluran air bagi mengalirkan air laut ke dekat rumah-rumah mereka dengan mengadakan bendungan-bendungan yang mencegahkan kembalinya ikan-ikan ke laut bila matahari terbenam pada setiap petang Sabtu pada waktu mana biasanya ikan-ikan yang terapung-apung itu meluncur kembali ke dasar laut.

Para nelayan yang makin menjadi kaya kerana keuntungan besar yang meeka peroleh dari hasil penangkapan ikan yang bebas menjadi makin berani melakukan maksiat dan pelanggaran perintah-perintah agama yang menjurus kepada kerusakkan akhlak dan moral mereka.

Sementara para pemuka agama yang melihat para nelayan itu makin berani melanggar perintah Allah dan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di daerah mereka sendiri masih rajin mendatangi mereka dari masa ke semasa memperingatkan mereka dan memberi nasihat, kalau-kalau masih dapat ditarik ke jalan yang benar dan bertaubat dari perbuatan maksiat mereka. Akan tetapi kekayaan yang mereka peroleh dari hasil penangkapan yang berganda menjadikan mata mereka buta untuk melihta cahaya kebenaran, telinga mereka pekak untuk mendengar nasihat-nasihat para pemuka agama dan lubuk hati mereka tersumbat oleh nafsu kemaksiatan dan kefasiqan, sehingga menjadikan sebahagian dari pemuka dan penganjur agama itu berputus asa dan berkata kepada sebahagian yang masih menaruh harapan, “Mengapa kamu masih menasihati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan ditimpahi hati orang-orang yang akan dibinasakan oleh Allah dan akan ditimpahi azab yang sangat keras.”

Demikianlah pula Nabi Daud setelah melihat bahawa segala nasihat dan peringatan kepada kaumnya hanya dianggap sebagai angin lalu atau seakan suara di padang pasir belaka dan melihat tiada harapan lagi bahawa mereka akan sedar dan insaf kembali maka berdoalah beliau memohon kepada Allah agar mengajar mereka dengan seksaan dan azab yang setimpal.

Doa Nabi Daud dikabulkan oleh Allah dan terjadilah suatu gempa bumi yang dahsyat yang membinasakan orang-orang yang telah membangkang dan berlaku zalim terhadap diri mereka sendiri dengan mengabaikan perintah Allah dan perintah para hamba-Nya yang soleh. Sementara mereka yang mukmin dan soleh mendapat perlindungan Allah dan terhindarlah dari malapetaka yang melanda itu.

Beberapa kurniaan Allah kepada Nabi Daud a.s.

  1. Allah mengutusnya sebagai nabi dan rasul mengurniainya nikmah, kesempurnaan ilmu, ketelitian amal perbuatan serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.
  2. Kepadanya diturunkan kitab “Zabur”, kitab suci yang menghimpunkan qasidah-qasidah dan sajak-sajak serta lagu-lagu yang mengandungi tasbih dan pujian-pujian kepada Allah, kisah umat-umat yang dahulu dan berita nabi-nabi yang akan datang, di antaranya berita tentang datangnya Nabi Muhammad SAW.
  3. Allah menundukkan gunung-gunung dan memerintahkannya bertasbih mengikuti tasbih Nabi Daud tiap pagi dan senja.
  4. Burung-burung pun turut bertasbih mengikuti tasbih Nabi Daud berulang-ulang.
  5. Nabi Daud diberi peringatan tentang maksud suara atau bahasa burung-burung.
  6. Allah telah memberinya kekuatan melenturkan besi, sehingga dia dapat membuat baju-baju dan lingkaran-lingkaran besi dengan tangannya tanpa pertolongan api.
  7. Nabi Daud telah diberikannya kesempatan menjadi raja memimpin kerajaan yang kuat yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh, bahkan sebaliknya ia selalu memperolehi kemenangan di atas semua musuhnya.
  8. Nabi Daud dikurniakan suara yang merdu oleh Allah yang enak didengar sehingga kini ia menjadi kiasan bila seseorang bersuara merdu dikatakan bahawa ia memperolehi suara Nabi Daud.

Kisah Nabi Daud dan kisah Sabtunya Bani Isra’il terdapat dalam Al-Quran surah Saba ayat 11, surah an-Nisaa’ ayat 163, surah al-Isra’ ayat 55, surah Shaad ayat 17 sehingga ayat 26 dan surah al-'Aaraaf ayat 163 sehingga ayat 165.

Beberapa pengajaran dari kisah Nabi Daud a.s.
  1. Allah telah memberikan contoh bahwa seseorang yang bagaimana pun besar dan perkasanya yang hanya menyandarkan diri kepada kekuatan jasmaninya dapat dikalahkan oleh orang yang lebih lemah dengan hanya sesuatu benda yang tidak bererti sebagaimana Daud yang muda usia dan lemah fizikal mengalahkan Jalout yang perkasa itu dengan bersenjatakan batu sahaja.
  2. Seorang yang lemah dan miskin tidak patut berputus asa mencari hasil dan memperoleh kejayaan dalam usaha dan perjuangannya selama ia bersandarkan kepada takwa dan iman kepada Allah yang akan melindunginya.
  3. Kemenangan Daud atas Jalout tidak menjadikan dia berlaku sombong dan takbur, bahkan sebaliknya ia bersikap rendah hati dan lemah-lembut terhadap kawan mahupun lawan.

Sumber : email

Butiran selanjutnya ...

Khamis, Julai 30, 2009

Menjaga hati dari sifat sombong


Assalamualaikum warahmatullah,

Hati adalah penghulu seluruh anggota. Di dalam hati itulah tersimpan semua asas akidah, akhlak, niat baik dan niat yang tidak baik. Selagi hati itu belum dibersihkan (disucikan) dari sifat-sifat buruk dan tercela, serta menghiasinya dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji, maka kita tidak akan merasakan kebahagiaan di dunia mahupun di akhirat.

Allah SWT berfirman yang bermaksud, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan yang membawanya kepada) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu (dengan iman dan amal kebajikan), dan sesungguhnya rugilah orang yang mengotorinya (dengan sebab kekotoran maksiat).” (Surah asy-Syams [091], ayat 7~10)

Banyak akhlak dan sifat yang tercela yang seharusnya kita hindarkan dari hati. Di antara penyakit-penyakit hati yang berbahaya ialah sifat sombong. Sifat ini adalah sifat yang dimiliki oleh syaitan yang terkutuk sebagaimana firman Allah yang bermaksud, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : ‘Sujudlah (beri hormat) kamu kepada Adam.’ Maka mereka sekaliannya sujudlah (tunduk memberi hormat) melainkan Iblis; dia enggan dan takbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Surah al-Baqarah [002], ayat 34)

Allah membenci hamba-hamba-Nya yang sombong sebagaimana firman-Nya yang bermaksud, “Tidak diragukan lagi bahawa sesungguhnya Allah mengetahui akan apa yang mereka rahsiakan (sembunyikan) dan apa yang mereka zahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong (takbur).” (Surah an-Nahl [016], ayat 23)

Allah juga berfirman yang bermaksud, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerana sombong / memandang rendah) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh (berlagak sombong). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong (takbur) lagi membanggakan diri.” (Surah Luqman [031], ayat 18)

Rasulullah SAW pun bersabda yang bermaksud, “Tidak akan masuk syurga orang yang di hatinya terdapat sebesar biji sawi dari sifat sombong.”

Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad mengatakan bahawa sifat sombong itu senantiasa terpendam di dalam hati, tetapi ia memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali oleh orang, di antara tanda-tandanya iaitu :

  1. Merasa bangga melihat dirinya maju (berjaya) lebih dari orang lain.
  2. Suka menonjolkan diri terhadap orang lain.
  3. Bila menghadiri majlis, minta dikedepankan.
  4. Jika berjalan, bersikap angkuh.
  5. Membantah bila ditegur orang lain, meskipun ia salah.
  6. Tidak mengindahkan nasihat.
  7. Suka menindas orang yang miskin dan lemah.
  8. Selalu menganggap dirinya benar dan tidak pernah salah.
  9. Suka memuji-muji diri sendiri.

Seandainya kita menjadi orang yang paling bertakwa kepada Allah SWT serta memiliki ilmu yang luas dan amat banyak amal ibadahnya, kemudian kita menyombongkan diri terhadap orang lain dan membanggakan diri atas kelebihan-kelebihan yang kita miliki, nescaya Allah akan menghapus ketakwaan kita dan membatalkan ibadah yang telah kita lakukan.

Apalagi kalau yang sombong itu orang yang jahil (bodoh). Lebih-lebih orang yang menyombongkan diri dengan ketakwaan dan kesolehan datuk-datuknya, sedangkan dia sendiri tidak beramal, maka itu adalah kebodohan yang luar biasa. Seluruh kebaikan berada dalam sifat rendah diri, khusyuk, dan tunduk kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang merendahkan diri, nescaya Allah akan mengangkatnya, dan barangsiapa yang menyombongkan diri, nescaya Allah akan merendahkannya.”

Suka berdiam diri dan bersembunyi, serta tidak suka kemasyhuran atau populariti adalah sifat orang-orang mukmin yang soleh.

Sumber : menjaga-hati-dari-sifat-sombong

Butiran selanjutnya ...

Jangan Kedekut Memberi Ilmu


Assalamualaikum warahmatullah,

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud, “Sesiapa yang ditanya tentang ilmu lalu dia menyembunyikannya akan diikat mulutnya (meletakkan kekang di mulutnya seperti kuda) dengan kekang dari api neraka pada Hari Kiamat.” (Hadis riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi)

Huraian :

1. Islam sangat menghargai ilmu dan ulama (ilmuwan), sehingga kedudukan ilmu dan ulama sangat tinggi dan mulia dalam parameter Islam. Allah SWT telah berfirman yang bermaksud, “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, nescaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu, maka berdirilah, nescaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat.” Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Mujaadalah [058], ayat 11)

2. Kerana kedudukan ilmu yang sedemikian tingginya, maka Islam mewajibkan umatnya untuk mempelajari ilmu, sehingga diharapkan mereka bekerja berdasarkan ilmunya, bukan sekadar mengikuti seseorang tanpa tujuan

3. Berjihad dalam ilmu maksudnya ialah bersungguh-sungguh membentuk masyarakat dari segi ilmu pengetahuan dan peradaban yang berguna serta memberikan gambaran yang betul tentangnya tanpa merasa iri hati atau tamak kerana orang yang memberikan ilmu berupa petunjuk akan dikurniakan balasan pahala dan kebaikan sama seperti orang yang mengamal ilmu tersebut.

Renung-renungkan!


Butiran selanjutnya ...

Rabu, Julai 29, 2009

Sirah teladan - Kesederhanaan Rasulullah SAW

Sisa runtuhan rumah Nabi

Abu Salman bin Abdul Rahman bertanya kepada ulama Abu Said al-Khudri, “Apakah pendapat tuan mengenai pakaian, makanan, minuman dan kenderaan yang dimiliki manusia?”

Abu Said berkata, “Hai anak saudaraku, makanlah kerana Allah, minumlah kerana Allah dan berpakaianlah kerana Allah. Setiap perkara itu yang diresapi sifat ujub, bangga, riak atau megah, maka ia jadi maksiat yang berlebih-lebihan. Di rumahmu, lakukanlah kerja rumah seperti yang Rasulullah SAW lakukan.”

“Baginda memberikan untanya makan, mengikat unta, membersihkan rumah, memerah susu kambing, membaiki kasut, menjahit baju yang koyak, makan bersama pembantu rumahnya, menumbuk tepung, menggantikan kerja pembantu sekiranya mereka terlalu penat dan membeli barang di pasar.”

“Kerja itu dilakukan tanpa rasa malu. Baginda letakkan dengan tangannya atau letakkan di tepi kainnya. Baginda juga melayani keluarganya, berjabat tangan dengan orang miskin dan orang kaya. Baginda memberi salam dengan mendahuluinya kepada orang yang ditemui, baik orang kecil atau orang besar, orang hitam atau orang merah, orang merdeka mahupun hamba dari kalangan orang yang mengerjakan solat.”

“Baginda tiada pakaian khas untuk dipakai di luar rumah atau di dalam rumah. Baginda berkenan menerima undangan walaupun yang mengundang itu rambutnya kusut dan berdebu serta tiada apa-apa melainkan kurma buruk. Baginda tidak meninggalkan makanan siang untuk makanan malam dan tidak meninggalkan makanan malam untuk makanan siang. Baginda mudah perbelanjaannya, lembut akhlaknya, mulia tabiatnya, luas pergaulannya, bersih wajahnya, tersenyum tanpa ketawa, bimbang tanpa duka, keras tanpa kekasaran, tawaduk tanpa menghina, pemurah tanpa berlebihan, pengasih kepada setiap keluarga dan orang Islam, suci hatinya, selalu menundukkan kepala, tidak pernah penuh kenyang perutnya dan tidak rakus,” kata Abu Said.

Abu Salman bin Abdul Rahman berkunjung pula ke kediaman Saiyidatina Aisyah untuk bertanya sendiri kesahihan cerita Abu Said.

Kata Aisyah, “Tidak salah apa yang dikatakan Abu Said. Beliau telah meringkaskannya kerana tidak menceritakan bahawa Rasulullah SAW tidak pernah sekali (kenyang) dan tidak pernah mengadu halnya kepada seorangpun. Sesungguhnya baginda lebih menyukai kemiskinan berbanding kesenangan walaupun baginda selalu lapar semalam-malaman sehingga pagi. Begitu pun, itu tidak menghalangnya daripada berpuasa di siangnya. Sekiranya baginda meminta daripada Tuhannya, tentulah akan dikurniakan bergudang-gudang kekayaan.”

“Kadang-kala aku menangis kerana kasihankan Rasulullah yang kelaparan. Maka aku sapu perutnya dengan tanganku sambil berkata, “Nyawaku tebusan bagi engkau. Jika engkau dicukupkan dengan dunia sekadar menjadi makanan engkau dan mencegah engkau daripada lapar.””

“Jawab Rasulullah SAW kepadaku, “Hai Aisyah, saudara-saudaraku dari Nabi Ulul Azmi telah bersabar menanggung situasi yang lebih berat daripada ini. Mereka tetap dengan keadaan mereka. Mereka datang kepada Tuhan, lalu Allah memuliakannya kembali dan menbanyakkan pahala mereka. Maka aku malu jika aku bermewah-mewah dengan hidupku, maka Tuhan memandang aku sebagai manusia cuai, sedangkan Nabi-nabi Ulul Azmi itu tidak. Oleh itu bersabarlah selama beberapa, lebih baik daripada tidak beroleh keuntungan hari akhirat. Tiada yang aku sukai melainkan untuk menyusul saudara-saudaraku itu.””

Butiran selanjutnya ...

Utusan kematian

Gambar hiasan

Dalam kitab Zahrir Riyadh, diceritakan bahawa Nabi Yaakub alaihissalam bersahabat dengan Malaikat Maut. Suatu hari Yaakub dikunjungi Malaikat Maut. Dia bertanya kepada Malaikat Maut, “Adakah engkau datang untuk menziarahi atau mencabut nyawaku?”

Kata Malaikat Maut, “Untuk berziarah saja.”

Kata Yaakub, “Aku ada permintaan. Apabila ajalku telah dekat dan engkau hendak mencabut nyawaku, hendaklah engkau beritahu aku terlebih dahulu.”

Jawab Malaikat Maut, “Baiklah, aku akan utus dua atau tiga utusan.”

Ketika ajal Yaakub semakin hampir, Malaikat Maut datang kepadanya, lalu ditegur Yaakub, “Adakah engkau datang utnuk berziarah atau mencabut nyawaku?”

“Aku datang untuk mencabut nyawamu!” balas Malaikat Maut.

Yaakub kehairanan dan bertanya, “Bukankah engkau sudah berjanji akan menghantar dua atau tiga utusan terlebih dahulu?”

Malaikat Maut menjawab, “Benar dan aku telah melakukannya. Rambut hitam berubah putih, tubuh kuat berubah lemah, itu adalah utusanku kepada manusia sebelum mereka mati, wahai Yaakub.”

Butiran selanjutnya ...

Selasa, Julai 28, 2009

Lakukan kerja kita, jangan lakukan kerja Tuhan

Assalamualaikum Warahmatullahi Ta'ala Wabarakatuh...

Segala puji-pujian kehadrat Allah subhanahu wata'ala, kepada-Nya kita menyembah. Salam serta selawat ke atas junjungan besar kita Nabi Muhammad, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, ahli keluarga baginda serta para sahabat baginda yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini.

Dalam hidup ini, apa yang disarankan kepada kita adalah teruskan berusahadan beramal dalam apa juga aktiviti hidup yang kita lakukan. Lakukan sesuatu tanggungjawab itu secara bersungguh-sungguh tanpa perasaan jemu dan putus asa. Sekiranya dengan usaha yang kita lakukan itu membuahkan kejayaan, kita patut bersyukur.

Namun, sekiranya di penghujung usaha itu adalah kegagalan dan kekecewaan, fikirkan hikmah di sebalik kegagalan itu dan mengambil pengajaran daripadanya. Dengan usaha dan amal inilah kita akan diberi ganjaran sesuai dengan tanggungjawab yang telah kita lunaskan.

Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, tugas kita adalah berfikir, merancang, bekerja dan beramal dengan sebaik-baiknya. Inilah tugas manusia yang diangkat sebagai khalifah di atas muka bumi dengan diberi pelbagai kelebihan dan keistimewaan. Semua keistimewaan itu melayakkan manusia melakukan tanggungjawab yang diamanahkan.

Sungguhpun begitu, ada di kalangan manusia yang cuba melaksanakan kerja yang sepatutnya ia tidak lakukan. Dengan kata lain, tugas manusia hanyalah bekerja dan beramal dan bukannya menentukan hasil yang patut dia perolehi daripada usaha yang telah dilakukannya itu. Hasil sesuatu usaha itu ditentukan oleh Allah SWT, bukannya oleh kita sebagai makhluk yang serba kekurangan.

Apa yang ingin dikatakan di sini, ada waktunya di dalam kehidupan ini kita cuba melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuan kita. Apa yang kita lakukan itu bukan kerja-kerja kita, tetapi ianya adalah kerja Tuhan. Seharusnya kita lakukan kerja-kerja kita dan biarlah Allah SWT dengan keluasan Rahmat dan Pengetahuan-Nya menentukan natijah di atas setiap ketentuan-Nya kepada kita.

Sering terjadi dalam kehidupan ini, seserang individu itu telah menetapkan sesuatu hasil atau natijah terhadap sesuatu usaha atau tindakan yang akan ia lakukan. Ia bertindak atau berfikir seolah-olah ia sudah pun mengetahui apa yang bakal ia perolehi daripada sesuatu kerja yang akan dilakukannya. Hasilnya sudah ada walaupun usaha dan ikhtiar belum bermula.

Cara berfikir dan cara bertindak sebegini sering mengundang tekanan emosi serta menghilangkan semangat untuk terus bekerja dan beramal. Apa tidaknya, kerana apa yang dilakukan itu bertentangan dengan fitrah kejadian manusia yang diperintah untuk bekerja dna beramal, bukan menentukan hasil daripada apa yang telah diusahakan itu.

Elak sangkaan negatif

Sebagai contohnya, dalam hubungan komunikasi antara ibu bapa dan anak-anak, sering terjadi perkara ini. Ketika si ibu atau si bapa ingin menyuruh si anak melakukan sesuatu atau jangan melakukan sesuatu perkara, si ibu atau si bapa tentu terfikir ataupun sengaja berkata-kata, “Kalau aku suruh budak ini buat begini-begini, tentu dia tak dengar cakap punya, tentu dia tak nak punya.” Kata-kata lain seumpamanya, “Budak ini memang tak ada harapan nak dapat 8A dalam peperiksaan, buat apa buang-buang duit hantar tuisyen.”

Sering kita perhatikan apabila ibu atau bapa menyuruh anaknya dengan arahan tersebut, hasil yang berlaku kepada si anak kebiasaannya menyamai dengan apa yang telah difikirkan atau dikatakan oleh si ibu atau si bapa sebelum itu. Ibu atau bapa telah menentukan natijah atau hasil yang akan berlaku ke atas anak tersebut, maka terjadilah seperti mana yang dihajati oleh kedua-duanya.

Sutuasi yang sama juga boleh berlaku dalam suasana persengketaan rumahtangga. Kita baiasa mendengar dialog pasangan yang suka gaduh-gaduh, antaranya, “Ini kalau balik rumah nanti ni, pasti gaduh punya” dan seumpamanya. Dalam suasana tekanan emosi, kata-kata yang terkeluar atau apa yang difikirkan biasanya ke semuanya bersifat negatif atau tidak enak didengar. Kebiasaannya sangkaan-sangkaan negatif ini benar-benar terjadi seperti mana yang telah difikirkan atau dicakapkan sebelum itu. Jika kata-kata itu menggambarkan ‘kemahuan ingin bergaduh’ maka terjadilah pergaduhan. Kita telah menentukan hasil negatifnya, maka kita akan terima kesan negatifnya.

Begitu juga yang sering berlaku di dalam dunia pekerjaan ataupun kegiatan keusahawanan. Individu pekerja atau usahawan telah menentukan apa yang akan terhasil daripada sesuatu kegiatan yang akan dilakukannya. Individu pekerja berasa sekiranya kertas cadangan projek ini disiap dan dihantarkan kepada pelanggan, projek tersebut bukannya boleh dapat. Kalau buat pun nanti sia-sia sahaja. Walaupun bagaimanapun, kena buat juga sebab sudah diarahkan bos.

Kemampuan terbatas

Individu usahawan pula sudah membuat jangkaan, “Kalau buat banyak ini, dapatlah untung banyak ini, kalau buat pemasaran cara begini, tentu tak dapat untung” dan seumpamanya. Dalam contoh yang diberikan ini serta contoh-contoh lain yang berlaku di persekitaran hidup ini, semua menggambarkan bagaimana individu serng bertindak mendahului batas kemampuan yang Allah SWT berikan kepdanya. Kemampuan kita anya berusaha dan beramal, bukan menentukan hasil atau natijahnya. Hasil atau natijah daripada sesuatu kerja dan amal akan ditentukan oleh Allah SWT, buka oleh kita. Kita bukan Tuhan, maka janganlah lakukan kerja Tuhan.

Persoalan yang timbul ialah mengapakah perkara-perkara yang kita anggap hasil atau natijah yang disebutkan itu benar-benar terjadi kemudiannya. Ia seolah-olah menunjukkan bahawa Allah SWT berikan terus apa yang seseorang itu minta walaupun tanpa disedarinya.

Pergaduhan

Sekiranya ibu atau bapa sudah tentukan anaknya tidak akan buat seperti yang disuruh, maka si anak memang tidak akan mengikut arahan ibu bapanya. Sekiranya pasangan suami atau isteri sudah terfikir untuk bergaduh bila balik ke rumah, maka terjadilah pergaduhan sebaik melangkah kaki ke dalam rumah. Begitulah yang sering terjadi apabila sesuatu hasil atau natijah kepada sesuatu kerja dan amal itu telah disebut atau difikirkan terlebih dahulu oleh seseorang individu atau kelompok.

Perunding motivasi sering menyebut bahawa ‘kamu adalah apa yang kamu fikirkan’ (you are what you think) atau ‘kamu adalah apa yang kamu katakan’ (you are what you say) dan seumpamanya. Kata-kata ini memang terbukti telah ada kebenarannya. Hayati lirik lagu ini:

Jika kau fikirkan kau boleh, Kau hampir boleh melakukan;
Jika kau fikirkan ragu-ragu, Usahamu tidak menentu,
Jika kau fikirkan kekalahan, Kau hampiri kegagalan;
Jika kau fikirkan kemenangan, Kau hampiri kejayaan.

Engkaulah apa kau fikirkan, Terkandung dalam pemikiran;
Kau fikir boleh melakukan, Fikirkan boleh,
Percaya apa kau lakukan, Tabah apa kau usahakan;
Bertindak atas kemampuan, Engkau boleh.

Dalam al-Quran ada menyebut, firman Allah SWT yang bermaksud, “Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezeki kamu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepada kamu. Maka demi Tuhan yang memiliki langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (Surah adz-Dzaariyaat [051], ayat 22~23)

Pada penghujung ayat di atas, Allah SWT bersumpah dengan Kebesaran-Nya yang memiliki kekuasaan di langit dan di bumi bahawa sesuatu akan berlaku mengikut seperti mana yang diucapkan oleh seseorang iotu di dalam hidupnya. Justeru itu, dalam menjalani kediupdan harian, kita lakukanlah kerja kita, jangan lakukan kerja Tuhan. Kita boleh ibaratkan perkara ini seumpama kita menanam sepohon pokok. Setelah pohon itu kita tanam, apa yang kita patut lakukan ialah terus menyiram air kepadanya dan teruslah membaja dan menjaganya hingga ia membuahkan hasil untuk kita nikmati.



Rahmat Allah SWT

Janganlah sekiranya setelah kita tanam pohon itu apabila sampai tempoh seminggu, kita cabut pohon itu untuk melihat keadaan akarnya. Setelah cukup sebulan, kita cabut kembali untuk melihat perkembangan akarnya lagi. Begitulah seterusnya pada bulan-bulan yang mendatang. Jika inilah yang kita lakukan, pasti pohon itu akan mati dan kita tidak mungkin dapat menikmati hasilnya.

Begitulah fitrah kehidupan ini yang kita perlu lalui dengan keinginan dan keazaman untuk terus berusaha dan beramal dalam apa jua bidang yang kita ceburi. Rancanglah apa yang kita mahukan dalam hidup ini. Setelah itu bekerja dan beramallah sesuai dengan apa yang kita rancang tadi. Usahakan secara yang bersungguh-sungguh, pasti kita akan memperoleh kebaikan daripadanya.

Usahlah kita hadkan pertolongan dan rahmat Allah SWT ke atas diri kita dengan kita sendiri menentukan hasil atau natijah di atas setiap usaha yang kita lakukan. Rugilah kiranya kita awal-awal lagi sudah menolak pemberian daripada pihak yang benar-benar ingin memberi. Yakinlah bahawa sesungguhnya rahmat Allah SWT itu maha luas dan ia sangat suka membantu hamba-Nya.

Firman Allah SWT yang bermaksud, “Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan tidak terhitung banyaknya (tanpa hisab).” (Surah ali-‘Imran [003], ayat 37)

Rancang pekerjaan

Sebagai rumusannya, untuk memperoleh kebahagiaan dan keceriaan hidup, maka lakukanlah kerja kita sebagai seorang manusia dengan banyakkan berfikir, merancang dan melaksanakan perancangan tersebut. Hindarkan kita daripada terus menentukan sesuatu hasil atau natijah di atas kerja-kerja yang kita lakukan kerana ianya hak milik Allah SWT untuk menentukannya. Yakinlah rahmat Allah SWT sentiasa memayungi kehidupan hamba-hamba yang terus pasrah dan bertawakal kepada-Nya.

Renung-renungkan!




Sumber : RMJ-MW

Butiran selanjutnya ...

Isnin, Julai 27, 2009

Gerhana matahari satu peringatan

GERHANA matahari


BELUM pun berpisah dengan bulan Rejab yang mengingatkan kita tentang kekuasaan dan keagungan Allah melalui peristiwa agung Israk dan Mikraj, kita dijodohkan pula dengan peristiwa gerhana matahari yang menyaksikan satu lagi tanda kebesaran dan keagungan-Nya.

Selaku seorang Muslim, apatah lagi yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW, kita seharusnya peka dengan fenomena alam ini. Seterusnya berusaha memahami iktibar dan pengajaran di sebalik setiap yang berlaku.

Ketahuilah, bahawa kejadian gerhana ini dijadikan oleh Allah bagi menakutkan hamba-hamba-Nya dan mengingatkan mereka tentang kebesaran-Nya.

Di dalam hadis yang diriwayatkan daripada Abi Bakrah r.a, Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. (Matahari dan bulan itu) tidak menjadi gerhana kerana kematian seseorang ataupun kelahiran seseorang, tetapi Allah menakutkan hamba-hamba-Nya dengan kedua-duanya."

Allah mengingatkan melalui firman-Nya yang bermaksud: Dan biasanya Kami tidak menghantar turun tanda-tanda melainkan untuk menjadi amaran (bagi kebinasaan orang-orang yang memintanya kalau mereka tidak beriman). (QS al-Israk: 59)

Adalah wajar kejadian gerhana dianggap sebagai suatu peristiwa yang menakutkan, kerana tiada siapa pun yang mengetahui apa yang Allah kehendaki daripada kejadian gerhana ini. Namun, cukuplah sabda Rasulullah SAW dalam khutbah gerhananya ini mengingatkan kita tentang kehebatan Allah dan peringatan-Nya yang tersirat di sebalik peristiwa ini: "Wahai umat Muhammad! Demi Allah! Sekiranya kalian mengetahui apa yang saya ketahui, sudah pasti kalian akan ketawa sedikit dan banyak menangis."

Malangnya, betapa ramai umat Islam pada zaman ini yang memandang remeh dan tidak gentar bertemu dengan kejadian gerhana ini. Sedangkan ia adalah saat-saat yang begitu mencemaskan penghulu sekelian manusia, Nabi Muhammad SAW. Berapa ramai yang leka dan asyik dengan pekerjaannya, sedangkan para salafussoleh begitu cemas dan gentar. Mereka berkejaran dan bersegera mengerjakan solat dan berdoa apabila menyaksikan fenomena ini sehinggalah kejadian yang mencemaskan ini berakhir.

Diriwayatkan, bahawa seorang Ahli 'Arifin bernama Tawus, apabila melihat kejadian gerhana matahari, beliau menangis ketakutan hingga hampir-hampir menemui maut. Beliau berkata, "Matahari itu lebih takutkan Allah daripada kita."

Ikutan kita yang agung, Rasulullah SAW gementar dan luruh hatinya semasa melihat kejadian ini. Terdapat banyak hadis yang meriwayatkan tentang reaksi cemas Baginda tatkala berlaku gerhana matahari dan bulan. Di dalam Sahih Muslim diriwayatkan, ketika berlaku gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW, terkejut dan bingkas bangun ingin mengambil selendangnya untuk dipakai tetapi terambil baju besinya kerana fikiran dan hatinya yang sibuk dan cemas memikirkan kejadian gerhana yang sedang berlaku. Baginda SAW menjadi begitu cemas kerana takut sekiranya Allah menurunkan bala atau mengisyaratkan akan berlakunya kiamat berikutan gerhana tersebut. Kebimbangan Nabi SAW ini menyebabkan Baginda memanjangkan doanya dan mencucurkan air mata, lebih-lebih lagi memikirkan nasib umatnya.

Hal ini disebut di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmizi di dalam al Syamail al Muhammadiah, Abdullah ibn 'Amru r.a berkata: Pada masa Rasulullah SAW (hidup), pernah terjadi gerhana matahari. Maka Rasulullah SAW mengerjakan solat hinggakan seolah-olah Baginda SAW tidak akan rukuk (kerana terlalu lama berdiri). Kemudian Baginda SAW rukuk, seolah-olah Baginda SAW tidak akan mengangkat kepalanya. Kemudian Baginda SAW mengangkat kepalanya, seolah-olah Baginda SAW tidak akan sujud. Kemudian Baginda SAW sujud, seolah-olah Baginda SAW tidak akan mengangkat kepalanya (dari sujud). Kemudian Baginda SAW menghembuskan nafasnya dan menangis seraya berdoa: "Wahai Tuhanku! Bukankah Engkau telah berjanji kepadaku, bahawa Engkau tidak akan mengazab mereka selagi aku berada bersama mereka. Bukankah Engkau telah berjanji kepadaku bahawa Engkau tidak akan menyiksa mereka, selagi mereka memohon keampunan, sedangkan kami memohon keampunan kepada-Mu."

Apabila Baginda SAW selesai melakukan solat dua rakaat, matahari terang kembali. Baginda SAW pun berdiri, lalu mengucapkan pujian kepada Allah. Kemudian Baginda SAW pun bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua-duanya tidak akan gerhana kerana kematian seseorang dan tidak pula kerana kelahiran seseorang. Apabila terjadi gerhana, bersegeralah kalian berzikir mengingati Allah."

Sesungguhnya Baginda SAW tidak mengalirkan air mata kerana dirinya sendiri, tetapi Baginda mengalirkan air mata semata-mata kerana mengenang dan kasihkan umatnya serta bimbang Allah akan mengazab mereka disebabkan dosa dan maksiat yang mereka lakukan. Lihatlah betapa dalam dan suci kasih Rasulullah SAW terhadap umatnya. Walaupun berada dalam keadaan cemas dan ketakutan, Baginda SAW tidak pernah melupakan kita. Justeru, renungilah, apakah yang kita lakukan demi Baginda SAW? Apakah pengorbanan yang pernah kita lakukan demi mempertahankan agamanya yang tercinta?

Allah SWT dengan segala keperkasaan dan keagungan-Nya, mampu menjadikan atau tidak menjadikan kejadian gerhana matahari dan bulan. Namun, dari perspektif ilmu saintifik yang dicanang oleh sebahagian saintis moden mengatakan semua itu berlaku secara nature yang mesti berlaku mengikut kiraan ilmu bintang yang mereka cipta. Semuanya itu tidak diyakini dengan pasti, malah berdasarkan sangkaan semata-mata, menurut agakan dan ukuran fikiran mereka yang masih rendah. Sedangkan Nabi SAW menyebut bahawa matahari dan bulan adalah tanda kebesaran Allah dan peristiwa gerhana dijadikan oleh Allah sebagai menakutkan dan mengingatkan hamba-Nya.

Hikmah di sebalik kejadian gerhana

Terlalu banyak hikmah tersirat di sebalik kejadian ini sebagaimana yang banyak disebut oleh ulama. Di antaranya ialah:

  1. Menzahirkan penguasaan dan pentadbiran Allah terhadap matahari dan bulan.
  2. Menerangkan kejelikan dan kebodohan orang-orang yang menyembah matahari dan bulan. Firman Allah yang maksud-Nya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah kejadian malam dan siang, serta matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari dan janganlah pula sujud kepada bulan, sebaliknya hendaklah kamu sujud kepada Allah yang menciptakannya, sekiranya benar kamu hanya beribadat kepada Allah. (QS al-Fussilat: 37)
  3. Menggementarkan hati orang-orang yang berasa tenang dengan kelalaian dan dosa-dosa yang dilakukannya.
  4. Memperlihatkan kepada manusia contoh-contoh peristiwa yang akan berlaku pada hari kiamat sebagaimana firman Allah: Maka (hari Kiamat akan datang) apabila pemandangan menjadi terpendar-pendar (kerana gerun takut), dan bulan hilang cahayanya, dan matahari serta bulan dihimpunkan bersama. (QS al Qiyamah 7-9)
  5. Menggambarkan Allah mungkin akan mengazab orang yang tidak berdosa.

Merenung hikmah-hikmah ini, terlintas di fikiran saya, apakah kejadian gerhana matahari yang Allah datangkan sejurus selepas sambutan Israk dan Mikraj merupakan peringatan daripada Allah kepada hamba-hamba-Nya yang masih lagi lalai dan belum juga insaf dengan segala maksiat yang dilakukan sama ada maksiat zahir atau batin. Sekalipun telah diperingatkan tentang kekuasaan-Nya melalui peristiwa Israk dan Mikraj?

Apakah telah hampir masanya untuk Allah menunjukkan kehebatan dan kekuasaan-Nya yang sebenar? Moga-moga Allah menggolongkan kita di antara hamba-Nya yang sentiasa sedar dan terselamat daripada kemurkaan-Nya

Amalan sunat semasa gerhana

Menerusi sekian banyak hadis berkaitan gerhana, terdapat beberapa perkara sunat yang dianjurkan supaya dilakukan semasa kejadian gerhana. Di antaranya ialah:

  1. Solat dan berdoa. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila kamu melihat kedua-duanya (gerhana matahari dan bulan), maka dirikanlah solat dan berdoalah sehingga dihapuskan apa yang kamu hadapi."
  2. Berzikir dan beristighfar. Abu Musa berkata: "Telah berlaku gerhana matahari. Maka Rasulullah SAW berdiri dalam keadaan cemas kerana bimbang akan berlaku Kiamat. Lalu Baginda SAW tergesa-gesa pergi ke masjid dan solat dengan berdiri yang terlalu panjang serta rukuk dan sujud yang panjang, yang tidak pernah aku lihat Baginda SAW melakukan seperti itu."
  3. Berlindung daripada azab kubur. Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. : "Setelah Nabi SAW selesai menyampaikan khutbah gerhana matahari, maka Baginda SAW memerintahkan para sahabat supaya memohon perlindungan dari azab kubur."
  4. Bersedekah. Sabda Rasulullah SAW: "Apabila kalian melihat gerhana, maka hendaklah kalian berdoa kepada Allah, mengerjakan solat dan bersedekah."
  5. Memerdekakan hamba. Asma' r.a. berkata: "Sesungguhnya Nabi SAW menyuruh memerdekakan hamba ketika berlaku gerhana matahari." Dalam satu riwayat: "Gerhana bulan."

Inilah sunnah Baginda SAW ketika berlakunya peristiwa gerhana bulan atau matahari.

Marilah bersama-sama kita menghidupkan sunnah Nabi kita SAW kerana inilah jalan hakiki menuju kesejahteraan di dunia dan akhirat. Tinggalkanlah sunnah ahli bidaah kerana inilah jalan yang membawa kecelakaan di dunia dan akhirat.

Sumber : Utusan

Butiran selanjutnya ...

Bos rumah tangga

Oleh Nurul Adlina Kamaludin, Rohaniza Idris dan Siti Nur Almizan Aripin
bminggu@bharian.com.my



Assalamualaikum wbt,

Jika pembantu rumah diberi kelebihan begini i.e. gaji minimum, caruman Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso) dan Elaun Sara Hidup (Cola), cuti tahunan, bonus dan sebagainya, bagaimana pula nasib surirumah sepenuh masa yang kadang-kala khidmat mereka seolah-olah tidak dihargai dan tidak pula mendapat layanan baik daripada suami?

Hemmmm...



Pekerjaan amah diberi nafas baru, cuti tahunan, caruman KWSP dan pakaian seragam


TERLALU sukar untuk mendapatkan khidmat pembantu rumah rakyat tempatan kerana mereka tidak mahu dikongkong, selain tidak menganggapnya sebagai kerjaya yang menarik.
Akibatnya, rakyat Malaysia terpaksa terus bergantung kepada amah asing yang tidak terlatih dengan kualiti kerja yang rendah kerana penawaran khidmat pembantu rumah tempatan begitu sukar untuk diperoleh.

Kesan paling ketara ialah anak yang diasuh oleh pembantu rumah asing ‘tidak menjadi’, suka memberontak dan melawan ibu bapa. Ini kerana kajian mendapati kebanyakan pembantu rumah asing, terutama dari Indonesia yang bekerja di Malaysia mempunyai latar belakang sosial yang rendah dan rosak. Misalnya, mereka bercerai, suami kahwin lain atau konflik keluarga serta menguasai ilmu hitam untuk menundukkan majikan.

Bagi memastikan masalah ini diatasi, kerajaan sedang menimbang untuk memperkenalkan pakej lebih menarik, termasuk menetapkan gaji minimum, caruman Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso) dan Elaun Sara Hidup (Cola) bagi menarik minat rakyat tempatan menjadikan pembantu rumah sebagai kerjaya. Malah, pakej menarik itu dijangka dimasukkan dalam pindaan Akta Pekerjaan 1955 dalam usaha mengurangkan pergantungan terhadap pembantu rumah warga asing.

Bagaimanapun, timbul persoalan mengenai kesediaan rakyat Malaysia untuk menjadi pembantu rumah dan bekerja seperti mana khidmat yang diberikan pekerja asing. Ada yang berpendapat, pembantu rumah tempatan hanya lebih mengutamakan gaji berbanding khidmat yang bakal diberikan, selain mempunyai banyak tuntutan yang mungkin sukar dipenuhi majikan. Bagaimanapun, ada juga pendapat menyatakan pembantu rumah tempatan lebih memahami kehendak majikan dan mereka berasa lebih selamat kerana risiko untuk mereka lari dan berhenti kerja rendah.

Hakikat ini diakui Profesor Jabatan Sosiologi dan Antropologi Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Prof Dr Fatimah Daud, berkata sudah sampai masa kebergantungan kepada tenaga kerja pembantu rumah warga asing ditamatkan kerana ia lebih banyak mendatangkan masalah kepada majikan dan kerajaan.

“Banyak risiko terpaksa difikirkan oleh seseorang itu sebelum mereka mengambil pekerja asing sebagai pembantu rumah, selain bayaran yang tinggi membawa mereka masuk ke negara ini berbanding kos pengambilan pekerja tempatan,” katanya. Beliau berkata, pembantu rumah asing juga dikhuatiri mengenai asal usul dan kemahiran mereka walaupun mereka masuk ke negara ini secara sah melalui agensi pembantu rumah yang diluluskan kerajaan.

“Sering kali dilaporkan kebanyakan pembantu rumah asing yang dihantar ke negara ini tidak terlatih dan mempunyai kualiti kerja rendah berbanding yang dihantar ke negara lain seperti Hong Kong, Arab Saudi dan Singapura,” katanya. Prof Fatimah berkata, jumlah rakyat negara ini yang menggunakan khidmat pembantu rumah tidak ramai iaitu sekitar 13% berbanding keseluruhan rakyat di negara ini.

Kajian Penduduk dan Keluarga Malaysia (KPKM) yang dilaksanakan Lembaga Penduduk dan Pembangunan Keluarga Negara (LPPKN) 2004, mendapati hanya enam hingga 13.9 peratus keluarga menggunakan perkhidmatan pembantu rumah, manakala 42 hingga 58 peratus masih menggunakan khidmat ahli keluarga.

“Kebanyakan yang menggajikan amah ialah mereka daripada kalangan golongan berpendapatan sederhana mewah dan mewah. Golongan yang berpendapatan rendah memang tidak layak pun menggajikan pembantu rumah kerana syarat memiliki pembantu rumah mesti mempunyai pendapatan tetap,” katanya yang turut mencadangkan supaya pembantu rumah tempatan yang bakal menggantikan tugas amah asing dibayar gaji antara RM700 hingga RM850 sebulan. Beliau mencadangkan kerajaan menubuhkan institusi latihan kemahiran kepada belia Malaysia yang tamat Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) atau Penilaian Menengah Rendah (PMR) dan mereka yang tidak dapat mencari pekerjaan atau menganggur.

Pelatih berkenaan diberikan kemahiran sebagai pembantu rumah seperti latihan memasak, melayan tetamu, mengemas rumah, menjaga anak majikan yang bersesuaian dengan adat dan budaya orang Malaysia. Ini bermakna lulusan institut berkenaan diberikan sijil dan apabila diserapkan dalam pekerjaan mereka akan diberikan gaji setimpal dengan kemahiran dan tidak lagi dipanggil pembantu rumah, sebaliknya pengurus rumah tangga.

Tugas mereka diiktiraf mengikut Akta Pekerjaan 1955 yang melayakkan mereka diberi cuti tahunan, cuti sakit dan cuti umum, potongan kumpulan wang simpanan pekerja (KWSP) atau Pertubuhan Keselamatan Sosial (Perkeso). Jika boleh pengurus rumah ini diberikan pakaian seragam khas. Ini bererti, majikan akan mendapat pekerja yang mempunyai kualiti yang bagus dan kemungkinan pembantu rumah lari juga rendah kerana jika mereka lari pun mudah dikesan berikutan mereka akan kembali ke pangkuan keluarga dan mudah dihubungi berbanding dengan pembantu rumah Indonesia yang kerap melarikan diri, mencuri, berkenalan dengan pekerja buruh dan paling serius merompak rumah majikan.

Prof Fatimah berkata, di negara maju, pekerja domestik banyak membantu suri rumah atau wanita yang bekerja dari jam 8 pagi hingga 5 petang, tidak tinggal bersama majikan dan bekerja 24 jam sehari. Mereka bekerja seperti pekerjaan harian lain dan diberi cuti pada hujung minggu.

“Kita perlu bersedia untuk menjadi rakyat maju jika mengaplikasikan sistem ini di Malaysia,” katanya. Beliau juga mencadangkan supaya diwujudkan sistem yang memberi ruang untuk gadis menganggur dan berminat bekerja menjadi pengasuh bekerja sebagai pengasuh komuniti iaitu mengasuh tiga hingga lima bayi dan kanak-kanak di pusat komuniti seperti dewan untuk mengasuh dan mendidik anak-anak ketika ibu bapa keluarga bekerja. Bayaran yang dikenakan tidak terlalu mahal dan mampu dibayar mereka yang mempunyai pendapatan rendah dan sederhana.

Selain itu, khidmat mengasuh anak-anak diberikan kepada jiran tetangga yang tidak bekerja supaya anak-anak dibesarkan dalam suasana kekeluargaan berbanding ditinggalkan dengan pembantu rumah asing yang tidak tahu adat dan budaya tempatan. Beliau turut mencadangkan kerajaan menubuhkan nurseri atau tadika atau taman didikan kanak-kanak pada semua pejabat kerajaan serta kilang untuk ibu bekerja. Justeru, sistem pengurusan rumah tangga yang moden seperti mencuci rumah, pakaian, memasak perlu dipertingkatkan di negara ini. Teknologi seperti alat memasak hendaklah diperkenalkan oleh Mardi, untuk meringankan beban suri rumah. Sudah sampai masa rakyat Malaysia berusaha untuk tidak bergantung kepada pembantu rumah warga asing semata-mata untuk mengurus rumah tangga dan anak.

Khidmat amah melalui internet

PERMINTAAN untuk amah tempatan terlalu tinggi, sedangkan penawarannya terlalu kurang, kata Pengarah Urusan Homeneed Service Sdn Bhd, Nazari Zain, yang membangunkan laman sesawang bagi membantu majikan mendapatkan khidmat pembantu rumah warga tempatan. Katanya, hanya ada 14 calon pembantu rumah berdaftar dengannya sejak April lalu.

Pada masa sama, melalui laman sesawang www.oranggaji.com yang turut dimilikinya sudah mencatatkan lebih 200 majikan yang mahu mendapatkan bantuannya mencarikan pembantu rumah tempatan, sedangkan ia tidak mendapat maklum balas daripada mereka yang berpotensi untuk menjadi pembantu rumah.

“Ia sangat memeningkan kepala saya,” katanya sambil menambah masyarakat tempatan perlu dididik untuk menghargai setiap peluang pekerjaan kerana khidmat pekerja asing termasuk pembantu rumah menyebabkan pengaliran wang keluar negara mencecah jutaan ringgit saban tahun.

“Masyarakat di Barat sudah lama melakukan kerja sebagai pengurus rumah sama ada secara sepenuh masa atau separuh masa bersesuaian dengan kemahiran dan masa luang mereka semata-mata untuk mencari wang tambahan.

“Itu juga yang saya harapkan melalui laman web www.oranggaji.com yang dibangunkan sejak tiga bulan lalu,” katanya sambil menyeru masyarakat tempatan terutama orang muda supaya menghargai setiap peluang pekerjaan yang diberikan selain tidak terlalu memilih kerja.

Sehingga kini, pelbagai kaedah dilakukan Homeneed Service bagi menggalakkan orang tempatan supaya berminat dengan kerjaya pembantu rumah, termasuk membuat rundingan dengan agensi kerajaan berkaitan, namun ia masih tidak menunjukkan sebarang perubahan. Homeneed Service turut melakukan sesi pencarian pembantu rumah melalui kaedah luar talian iaitu berdasarkan cerita rakan-rakan dan masyarakat setempat dan maklumat pemberi khidmat yang dikumpul itu kemudiannya dimuatkan ke laman sesawang secara percuma. Sementara itu, pengasas PembantuAnda, perkhidmatan yang dikendalikan melalui internet, Ayu Catherina Ali, berkata sambutan diterima daripada majikan yang mahukan khidmat pembantu rumah warga tempatan memang menggalakkan.

“Ramai yang mengatakan mahu bertukar angin dengan mendapatkan khidmat orang tempatan kerana tidak mahu terikat dengan hal remeh seperti masalah bahasa dan budaya yang berbeza.

“Tetapi masalah yang timbul ialah untuk mendapatkan pembantu rumah kerana kadang-kadang, dalam sebulan, calon pembantu rumah yang datang hanya seorang dan paling ramai pun lima orang saja,” katanya sambil memberitahu kesemua calon pembantu rumah yang datang untuk ditemuduga ialah wanita berusia lingkungan 23 hingga 50 tahun. Berbeza dengan Homeneed Service, PembantuAnda cenderung untuk memberikan peluang pekerjaan kepada ibu tunggal dengan bayaran gaji sudah ditetapkan sebanyak RM700 sebulan.

“Tiada levi atau bayaran untuk ejen dikenakan kerana setiap majikan hanya perlu membuat bayaran sebanyak RM700 merangkumi caj perkhidmatan, manakala pembantu rumah akan diserahkan dalam tempoh dua minggu hingga sebulan bergantung kepada bekalan tenaga kerja yang ada,” katanya. Malangnya, ada segelintir calon pembantu rumah terlalu memilih majikan, termasuk tidak mahu bakal majikan yang mempunyai terlalu ramai anak serta mereka yang tinggal di rumah besar.

“Bilangan anak biasanya bersangkut paut dengan banyak hal terutama kerja rumah atau baju banyak. Oleh kerana itu, majikan yang selalunya mudah laku adalah mereka yang punyai anak antara dua atau tiga orang saja,” katanya. Bagi memastikan tiada masalah berkaitan tugasan, kesihatan atau salah laku timbul nanti, Ayu Catherina akan memastikan setiap bakal pembantu rumah ditemubual selain diberikan tugasan ringkas sebagai ujian.

“Setiap orang mempunyai cara ketika menguruskan kediaman, justeru kebiasaannya kami akan menasihatkan majikan supaya memberi tempoh seminggu kepada pembantu untuk menyesuaikan diri sebelum membuat sebarang aduan,” katanya.

'Bekerja di rumah lebih selamat, jimat'

“SAYA tidak menyesal bekerja sebagai pembantu rumah kerana ia rezeki halal. Lagi pun saya tidak nampak hinanya bekerja di rumah orang kerana yang penting kita bekerja untuk menyara diri dan keluarga.”

“Malah bagi saya, bekerja di rumah orang lebih selamat. Wang gaji juga dapat disimpan kerana barangan keperluan disediakan majikan.”

Inilah luahan wanita yang hanya mahu dikenali sebagai Khadijah, 48, yang bertugas sebagai pembantu rumah sejak 30 tahun lalu. Beliau yang berasal dari Kedah, bekerja sebagai pembantu rumah sejak berusia 18 tahun akibat kesempitan hidup. Malah, sebagai anak sulung, beliau terpaksa berhenti sekolah ketika darjah empat demi membantu ayah dan ibu dan memastikan empat adiknya bersekolah. Peluang menambah pendapatan keluarga terbentang selepas menerima pelawaan seorang saudaranya untuk bekerja di Kuala Lumpur. Ketika itu pada 1979, gaji RM150 sebagai pembantu rumah dianggap besar. Malah, ramai rakan-rakan sekampungnya turut bekerja di rumah orang.

“Ia bukan satu masalah besar. Pekerjaan sebagai orang gaji bukan suatu yang asing. Pada masa itu mana ada kilang. Anak gadis pula tidak berani bekerja di restoran kecuali ada ahli keluarga lain turut bekerja di kedai itu. Jadi ramai memilih untuk keluar merantau bekerja di rumah saudara mara sendiri. Jarang ada ibu bapa yang melepaskan anak mereka ke tangan orang asing,” katanya. Selepas enam tahun, beliau kembali ke kampung apabila saudaranya itu bertukar kerja ke luar negara. Sekembalinya ke kampung, beliau bekerja di rumah orang secara balik hari iaitu dari jam 8 pagi hingga 4.30 petang dengan pendapatan kira-kira RM200. Setahun kemudian, beliau bekerja di gerai selama setahun.

“Kerja di gerai penat sebab banyak berdiri. Gaji pun kecil iaitu RM100 dan tak menang tangan ketika pelanggan ramai. Berbeza kerja sebagai pembantu rumah, tugas kita lebih teratur.”

Khadijah menyambung semula kerja di rumah orang untuk menyara hidup selepas perkahwinan selama setahun, berakhir. Beliau bekerja selama lapan tahun dan berhenti apabila kesihatan bapanya terjejas. Selepas bapanya meninggal dunia pada 1999, Khadijah kembali mencari kerja dan hasil pertanyaan di kalangan saudara, beliau dipertemukan dengan majikan sekarang. Malah sudah hampir sedekad beliau bekerja dengan majikan itu dengan pendapatan awal kira-kira RM380 sebulan, kini mencecah RM600. Itu tidak termasuk bayaran tambahan apabila beliau bekerja pada hari Ahad yang juga hari cutinya serta apabila kehadiran ramai saudara mara majikannya yang memerlukannya bekerja lebih daripada sepatutnya.

“Saya tidak tahu orang lain. Tetapi bagi saya, tiada cacat celanya bekerja di rumah orang. Mungkin juga sebab saya sudah biasa kerana inilah satu-satunya pekerjaan yang saya tahu. Lagi pun, persekitaran bekerja di rumah orang ini selamat dan teratur. Saya tidak perlu fikir soal naik bas turun bas dan perbelanjaan pengangkutan.”

Khadijah tidak menafikan tugas sebagai pembantu rumah memang penat kerana kerja rumah tidak pernah selesai. Tetapi beliau melakukannya mengikut waktu tertentu.

“Saya lazimnya mencuci dan mengemas pada sebelah pagi selain menyediakan sarapan. Soal memasak lazimnya saya dan majikan melakukannya bersama-sama. Pada sebelah petang, saya melipat baju yang dicuci pada waktu pagi selain membersihkan kawasan luar rumah. Saya menggosok baju pada malam Jumaat dan Sabtu. Pendek kata, semua kerja ada waktunya dan bukan dilakukan serentak. Saya juga ada masa berehat seperti menonton televisyen,” katanya. Namun Khalijah akui, beliau tidak berhasrat menjadi pembantu rumah sehingga usia lanjut.

“Saya sudah berusia 48 tahun. Ketika ini, ibu saya juga tidak sihat dan jika sesuatu berlaku kepadanya, saya akan pulang ke kampung dan meneruskan kehidupan di sana,” katanya.

Sumber : BHarian 2009/07/26

Butiran selanjutnya ...

Bapa sebagai ketua keluarga; Hubungannya dengan realiti pekerjaan masa kini

Oleh: Prof. Madya Dr. Zulkiple Abd. Ghani (UKM)

Dalam kebanyakan buku-buku yang membincangkan tentang perkahwinan dalam Islam, biasanya terdapat satu konsep yang menjelaskan tentang peranan suami iaitu sebagai seorang yang bertanggungjawab dalam memberi nafkah kepada keluarga. Misalnya, dalam buku Memasuki Gerbang Perkahwinan yang menjadi panduan kepada bakal pengantin dan diterbitkan oleh JAKIM dengan jelas mencatatkan perkara tersebut iaitu: “Pemberian nafkah oleh suami kepada keluarga merupakan satu tanggungjawab yang mesti ditunaikan. Nafkah tersebutmerangkumi perbelanjaan makan minum, tempat tinggal, keselamatan dan perlindungan. Walaupun ia merupakan satu tanggungjawab, pemberian nafkah juga boleh diibaratkan sebagai sedekah kepada keluarga.”

Konsep ini dibentuk berasaskan kepada hujah dari ayat-ayat al-Quran dan al-Sunnah yang berkaitan. Antaranya yang terpenting ialah ayat yang bermaksud: “Kaum lelaki itu adalah pemimpin dan pengawal yang bertanggungjawab terhadap kaum perempuan, kerana Allah telah melebihkan orang lelaki (daripada beberapa keistimewaan) atas orang-orang perempuan, dan juga kerana orang lelaki telah membelanja (memberi nafkah) sebahagian dari harta mereka.” (Surah an-Nisaa’, ayat 34)

Begitu juga dengan satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Nasa’i yang bermaksud: “Ya Rasulullah, apakah hak isteri ke atas kami? Sabda Rasulullah SAW hendaklah engkau memberi makan kepadanya apabila engkau makan dan hendaklah memberi pakaian kepadanya seperti mana engkau berpakaian.”

Hujah-hujah ini telah menjadi panduan umum kepada umat Islam di seluruh dunia tentang kewajipan yang diamanahkan kepada kaum lelaki iaitu dalam konteks pemberian nafkah keluarga. Walaupun konsep tersebut telah diterima pakai lebih dari seribu tahun, perubahan yang berlaku dalam masyarakat seperti perindustrian dan kini kepada masyarakat dalam lingkungan teknologi komunikasi maklumat dikatakan menuntut kepada perbincangan baru tentang kedudukan lelaki sebagai ‘breadwinner’ utama kepada keluarga. Berita Harian, 22 Julai 2002 misalnya, memfokuskan satu perbincangan tentang jangkaan perubahan struktur keluarga dalam masa 10 tahun akan datang disebabkan dominasi mahasiswa wanita melebihi lelaki di hampir kesemua institusi pengajian tinggi awam di negara kita.

Universiti-universiti utama seperti Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Malaya, Universiti Sains Malaysia, Universiti Putra Malaysia, Universiti Islam Antarabangsa Malaysia dan Universiti Teknologi Mara mempunyai nisbah mahasiswa wanita melebihi lelaki sehingga ada yang mencapai nisbah 60:40. Memetik kata-kata Kamarudin M. Said, Ketua Program Antropologi dan Sosiologi, UKM, beliau berpendapat “… wanita akan berhadapan dengan masalah kerana sejauh mana kepimpinan mereka boleh diterima, terutama oleh golongan yang tidak mengiktiraf wanita sebagai ketua keluarga… sejarah sosial menunjukkan walaupun kepimpinan diterajui wanita, namun tidak wujud masyarakat di mana wanita lebih dominan dari lelaki”. Justeru, apakah wanita akan menjadi peneraju utama keluarga yang akan mengubah konsep asas kehidupan seperti yang diamalkan sejak ribuan tahun dahulu? Apakah perubahan set-set pekerjaan dengan bentuk pekerjaan yang bernilai lebih tinggi dipegang oleh golongan wanita akan menyebabkan fungsi kebapaan seperti yang difahami umum turut berubah? Apakah persepsi Islam terhadap perubahan persekitaran yang dikatakan mendesak dan mempengaruhi kepada perubahan konsep suami sebagai pemberi nafkah seperti tercatat dalam ayat dan hadis yang disebut di atas?

Perbincangan ini akan berlegar di sekitar satu kerangka umum seperti yang ditegaskan oleh Islam iaitu manusia dicipta oleh Allah, asasnya ialah sebagai ‘khalifah’ yang memakmurkan bumi. Dalam penciptaan tersebut, terdapat konsep fitrah atau sunnatullah yang tidak boleh berubah akibat perubahan persekitaran. Namun Islam turut meraikan, malah menggalakkan
juga perubahan dalam perkara-perkara murunah (fleksibel) yang memberi kebaikan kepada manusia. Kehidupan manusia, seperti yang dibahaskan oleh Ibn Khaldun, terikat kepada proses yang disebut oleh beliau sebagai ‘teori kitaran’ yang melalui phasa kelahiran, pembesaran, muda, dewasa dan kematian. Generasi demi generasi akan silih berganti dengan fungsi sebagai khalifah dalam teori kitaran tersebut sehingga berlakunya hari kiamat.

Fungsi Asas Bapa dan Ibu

Barangkali kalau diterbalikkan persoalan yang selalunya dianggap menjadi kebiasaan dalam menjalani kehidupan seharian, ia boleh memberi gambaran bentuk kerangka logik berfikir yang munasabah. Misalnya, apakah boleh dipersetujui umum bahawa wanita perlu mencari nafkah untuk keluarga dan lelaki akan menjadi suri rumah yang bertanggungjawab dalam mengurus urusan seharian rumahtangga termasuk memberi tumpuan kepada mendidik, menyusu dan membesarkan anak-anak? Apakah lelaki yang bergelar bapa dibekalkan dengan segala kekuatan fizikal dan emosi untuk menjalankan tanggungjawab tersebut secara berkesan untuk pembangunan masyarakat? Apakah keseluruhan wanita pula sanggup menukar pemikiran mereka untuk menjadi meneraju utama rumahtangga yang menjadi ‘breadwinner’ sepenuhnya untuk keluarga?

Persoalan-persoalan seperti ini memaparkan tentang realiti kemanusiaan yang akan memperlihatkan tahap pemikiran manusia dan kegelisahan dalam usaha untuk melakukan adjustment dan akomodasi kepada persoalan perubahan di sekitar ruang lingkup kehidupan.

Al-Quran telah lama menyediakan jawapan kepada persoalan di atas. Di dalam al-Quran terdapat dua surah yang dikatakan paling banyak membicarakan hal ehwal berkaitan wanita iaitu Surah an-Nisa’ dan Surah at-Thalaq. Tiada satu pun surah yang ditujukan khusus kepada pembicaraan tentang lelaki. Walaupun begitu, di permulaan surah an-Nisaa’, Allah SWT menggambarkan dengan jelas tentang kejadian manusia, baik lelaki ataupun perempuan, bahawa mereka dicipta daripada nafs (jiwa) yang satu (iaitu Adam) dan kemudian diciptakan bagi Adam AS seorang isteri dan dari mereka lahirlah zuriat manusia seterusnya yang terdiri dari kumpulan lelaki dan wanita. Berdasarkan prinsip ajaran Islam, adalah disepakati pada asasnya bahawa darjat lelaki dan wanita di sisi Allah SWT adalah sama, sesuai dengan fungsi biologi dan peranan masing-masing. Lelaki dicipta oleh Allah SWT dari segi biologinya tidak mempunyai keupayaan untuk mengandung, melahirkan anak dan menyusu. Ini berbeza dengan biologi wanita yang mempunyai segala keupayaan di atas.

Walaupun berbeza dari segi biologi, lelaki dan wanita yang dicipta oleh Allah SWT mempunyai fungsi kehidupan yang saling melengkapi dan saling memerlukan untuk memenuhi fitrah keinsanan. Ia dianggap sebagai sunnatullah. Manusia lelaki tidak boleh hidup dalam satu komuniti jika di dalamnya hanya terdapat yang berjantina lelaki sahaja, begitu sebaliknya. Perbezaan fungsi dan biologi disebut oleh Allah sebagai iktibar seperti diungkap oleh isteri ‘Imran maksudnya “dan anak laki-laki tidaklah sama dengan anak perempuan.” (Surah ali-Imran, ayat 36)

Apa yang dipersetujui dalam konteks tidak sama antara anak lelaki dan anak perempuan ialah dari sudut fizikal di mana dalam nazar isteri ‘Imran’, beliau amat mengharapkan supaya dikurniakan seorang anak lelaki untuk berkhidmat di Baitul Maqdis. Apabila diketahui bahawa jantina anak yang dilahirkan adalah anak perempuan, beliau bermunajat kepada Allah SWT dengan mengakui bahawa anak lelaki tidaklah sama dengan anak perempuan dari segi fizikal, namun dia masih boleh mencapai tahap ketakwaan tertinggi kepada Allah SWT .

Fungsi asas kepada bentuk kehidupan lelaki dan wanita yang saling bekerjasama disebut dan wanita yang saling bekerjasama disebut dengan jelas dalam beberapa ayat yang menggambarkan wujudnya kerjasama jantina dalam menjalani kehidupan di atas muka bumi. Antara ayat-ayatnya ialah yang bermaksud: “Dialah yang mencipta kamu dari diri yang satu, dan menciptakan pasangannya darinya, supaya kamu tinggal bersamanya.” (Surah al-A’raaf, ayat 189) dan “Dan Allah mencipta isteri-isteri bagimu dari jenismu. Dan dia jadikan bagimu anak-anak dan cucu-cucu melalui isteri-isterimu.” (Surah an-Nahl, ayat 72)

Islam mengakui perbezaan biologi yang wujud dan menggariskan informasi asas yang jelas sebagai rangka rujuk kepada perjalanan kehidupan manusia. Perubahan persekitaran yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti berlakunya bencana alam, peperangan, kematian dalam jumlah yang besar akibat epidemik dan penciptaan teknologi yang mengubah kaedah bekerja tidak mungkin mengubah ketetapan asas yang menjadi fitrah manusia. Dari sudut itu,
dengan lain perkataan, tidak mungkin bapa akan menjadi ibu atau ibu akan menjadi bapa. Walaupun begitu, bapa masih boleh memainkan peranan yang dimainkan oleh ibu dalam perkara-perkara yang bersifat murunah untuk mewujudkan perasaan mawaddah wa rahmah dalam kehidupan berkeluarga. Seorang bapa boleh membasuh pakaian, memasak, mengemas rumah dan pelbagai set pekerjaan yang selalu dirujuk kepada tugas seorang wanita. Begitu
juga dengan seorang ibu. Beliau boleh bercucuk tanam, menoreh getah, bersawah, berniaga dan pelbagai set pekerjaan lain yang selalu dihubungkan dengan pekerjaan lelaki.

Bapa dan Pekerjaan

Istilah “pekerjaan” sebenarnya mempunyai makna yang luas, bukan terhad kepada kerja yang dibayar dengan upah (wang). Kamus Dewan memberi pelbagai pengertian kepada istilah “pekerjaan” iaitu antaranya sesuatu yang dikerjakan; sesuatu yang dilakukan (harus dilakukan) sebagai tanggungjawab, kewajipan, tugas; sesuatu (usaha, kegiatan, dsb) yang dilakukan berterusan (dari sehari ke sehari) untuk keperluan hidup, usaha atau kegiatan untuk
mendapat wang, pencarian; pergerakan atau perjalanan sesuatu; dan majlis (istiadat) perkahwinan dan lain-lain. Pengertian pekerjaan yang paling relevan dalam perbincangan ini barangkali boleh dirujuk kepada aktiviti seharian yang dilakukan secara berterusan untuk memperoleh ganjaran atau pendapatan yang dinilai dalam bentuk wang. Walaupun begitu, perlu juga disebutkan bahawa terdapat pelbagai set pekerjaan lain yang tiada ganjaran dalam bentuk wang yang mesti juga dilakukan oleh seorang bapa untuk memenuhi tanggungjawab
yang disebut oleh Islam sebagai “memberi nafkah”.

Terdapat perbezaan makna berhubung istilah ‘nafkah’ dengan kewajipan suami yang disebut dalam kitab-kitab feqah dengan istilah “pekerjaan” seorang bapa yang seringkali dikaitkan dengan profesion tertentu kini. Nafkah yang dimaksudkan dalam Islam adalah lebih luas pengertiannya berbanding dengan istilah pekerjaan. Para ulama Islam selalu menyebut nafkah dengan merujuk kepada nafkah zahir dan nafkah batin. Nafkah zahir merujuk kepada
menyediakan keperluan asas kehidupan meliputi makan minum, pakaian, tempat tinggal dan juga memberi perlindungan dan keselamatan. Misalnya Allah menegaskan kewajipan nafkah berkaitan makan minum, tempat kediaman dan pakaian seperti berikut: “Dan kewajipan ayah (suami) memberi makan minum dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang sepatutnya.” (Surah al-Baqarah, ayat 233)

Rasulullah SAW bersabda maksudnya: “Suami adalah penjaga (pemimpin) terhadap kaum keluarga dan ia dipertanggungjawabkan terhadap orang-orang di bawah jagaannya dan isteri adalah penjaga (pemimpin) di dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan dipertanggungjawabkan terhadap orang-orang yang di bawah tanggungannya.” (Hadis riwayat al-Bukhari).

‘Perlindungan dan keselamatan’ pula merupakan nafkah yang terikat dengan factor biologi di mana wanita yang tiada tempat pergantungan kepada lelaki akan menghadapi saat kehidupan yang ada kalanya tiada ketenangan terutama dalam memenuhi keperluan keinsafan. Jika wanita bersuami, ia mungkin bergantung pada bapa, anak atau adik lelaki terutamanya ketika
berhadapan dengan saat-saat kecemasan.

Nafkah batin pula termasuk keperluan memenuhi nafsu seks untuk tujuan menjamin kesinambungan zuriat dan aspek psikologi yang disebut dengan istilah mawaddah wa rahmah yang bernatijahkan sebuah keluarga yang bahagia menurut kacamata Islam. Ia boleh dicapai melalui pergaulan yang baik antara suami dan isteri dan ahli keluarga yang lain. Islam meletakkan konsep amanah sebagai pengawas tertinggi kepada setiap bapa sebagai individu untuk menunaikan nafkahnya kepada keluarga. Justeru, Islam menggalakkan agar bapa dan ibu saling bekerjasama dalam memenuhi keperluan keluarga tanpa meletakkan satu garis set pekerjaan yang serba tetap untuk jantina tertentu.

Dalam masyarakat tradisi yang terikat dengan pertanian, jenis-jenis pekerjaan yang dibahagikan kepada bapa adalah jelas perbezaannya dan diturunkan generasi demi generasi. Pekerjaan seperti memburu, menggembala, bertukang kayu atau besi, membuat rumah, alat-alat upacara dan sebagainya yang dianggap memerlukan kekuatan akan dirujuk kepada lelaki. Manakala set pekerjaan seperti memasak, mengangkut air, menganyam, bertenun, menjahit dan membuat pakaian dan sebagainya yang tidak memerlukan tenaga yang banyak serta boleh dibuat di rumah atau sekitarnya atau berdekatan dengan anak-anak selalunya dikhaskan sebagai pekerjaan perempuan. Walaupun begitu, terdapat pekerjaan yang saling dilakukan bersama seperti bercucuk tanam dan sebagainya yang merupakan usaha saling bantu-membantu bagi memenuhi keperluan hidup berkeluarga.

Zaman perindustrian pula menyaksikan pertumbuhan kilang-kilang dan industri yang memerlukan tenaga kerja yang mempunyai korektor tertentu untuk bidang pekerjaan tertentu. Kerja-kerja yang dulunya berat dan memerlukan tenaga fizikal yang selalunya dirujuk kepada lelaki telah dibantu oleh mesin-mesin. Justeru, kebanyakan kerja tidak boleh lagi diklasifikasikan mengikut jantina. Oleh sebab perindustrian membangun melalui ideologi kapitalisme, output material diletakkan sebagai objektif tertinggi yang mengetepikan persoalan kemanusiaan sehingga masa kerja tidak lagi fleksibel. Kilang-kilang memaksa kerja berlaku selama 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu. Ini telah memberi kesan kepada perubahan struktur kehidupan kebanyakan keluarga yang terlibat dalam dunia industri. Bapa dan ibu yang kedua-duanya bekerja dalam waktu yang ditetapkan akan berhadapan dengan persoalan kemahiran menyusun masa untuk kerja dan pembangunan keluarga. Zaman teknologi maklumat yang kembali memperkenalkan konsep working from home boleh mengembalikan cara bekerja yang lebih fleksibel dan memberi lebih peluang kepada bapa dan ibu membahagikan set kerja yang lebih teratur untuk membangunkan kemanusiaan.

Suami sebagai pemimpin kepada rumah tangga memerlukan kemahiran khusus dalam zaman ini bagi menentukan ketaatan isteri dan saling hormat-menghormati serta memahami di antara satu sama lain bertunjangkan ketakwaan kepada Allah. Dari segi ‘kuasa’ suami yang berhadapan dengan isteri yang mempunyai pendapatan sendiri, ada kalanya melebih pendapatan suami, konsep memberi nafkah yang disebut di awal ini masih lagi relevan.

Dalam kajian Fatimah Abdullah (Jurnal Antropogi dan Sosiologi, 1987) mengenai wanita
bekerja dan pengurusan rumah tangga, beliau mendapati masih terdapat kesedaran tinggi di kalangan wanita dual career terhadap tanggungjawab pengurusan rumah tangga dan berkongsi kerja. Banyak kerja-kerja seperti membasuh, memasak, mengemas rumah dan sebagainya diurus secara bersama atau dengan bantuan pembantu rumah.

Responden yang bekerja sebagai Ahli Sains Hayat, Sains Fizik, Arkitek, Jurutera, Doktor Perubatan/Haiwan, Akauntan, Pegawai Kewangan, Peguam, Guru, Wartawan, Pensyarah, Pentadbir dan lain-lain masih mengekalkan konsep bekerjasama dan menghormati suami sebagai pemimpin rumah tangga. Daripada 100 orang responden yang diselidiki, 94 orang masih memberi jawapan bahawa suami layak dianggap sebagai ketua ‘isi rumah’ apabila diajukan soalan tersebut dan mereka mengakui terlibat secara bersama salam membuat banyak keputusan berkaitan keluarga.

Dalam tulisannya berkenaan dengan keluarga, William J. Goode (1991) cuba menegaskan bahawa dalam sebarang analisis berkaitan pekerjaan jantina, perkara utama yang perlu selalu diingat ialah bahawa tidak semua individu dalam masyarakat akan melaksanakan peranan jantina yang dibebankan oleh masyarakat. Akan terdapat juga individu seperti wanita yang dikatakan bersifat kasih sayang dan pengasih yang tidak memenuhi tanggungjawab sepenuhnya.

Beliau seterusnya menulis: “Sedikit sebanyak pembahagian kerja berdasarkan jantina adalah universal, tetapi nampaknya kebanyakan daripadanya tidak diperlukan disebabkan oleh keanehan biologi kedua-dua jantina. Seseorang lelaki memang tidak boleh mengandung atau menyusui anaknya. Pada umumnya lelaki adalah lebih kuat dan boleh berlari lebih pantas daripada perempuan yang kadangkala berhalangan disebabkan kehamilan dan datang haid. Sebaliknya, perempuan biasanya mempunyai kekuatan dan kepantasan yang cukup bagi melakukan hampir semua tugas dalam satu-satu masyarakat.”

Konsep hidup bekerjasama antara suami dan isteri atau bapa dan ibu bukanlah perkara baru dalam sejarah kemanusiaan. Islam menggariskan konsep asas yang perlu dipegang walaupun berlaku perubahan persekitaran. Manusia kini adalah juga manusia dahulu yang dicipta dengan naluri dan fitrah yang sama dan memerlukan keperluan yang masih sama iaitu keperluan rohani dan jasmani.

Kesimpulan

Pekerjaan kebapaan merupakan satu dari kepelbagaian tanggungjawab yang telah digariskan secara jelas oleh Islam untuk menjadi panduan melayari bahtera kehidupan di dunia bertujuan menjamin kebahagiaan abadi di akhirat. Sebagai ketua dalam keluarga yang dipertanggungjawabkan memastikan ahli keluarga terelak daripada memasuki api neraka, tanggungjawab tersebut adalah amanah berat yang menjadi fitrah keinsanan. Islam meletakkan objektif yang jelas bagi setiap keluarga iaitu pembentukan keluarga yang ada mawaddah wa rahmah yang menimbulkan ketenangan dalam kehidupan dan jauh dari kebimbangan, keresahan dan sebagainya yang merosakkan hati dan pemikiran. Dengan berada di bawah payung ketakwaan kepada Allah dan berusaha menunaikan amanah yang dipertanggungjawabkan, nescaya kaum bapa akan beroleh kebahagiaan hakiki yang disebut dengan saadah wa nasr al-salam (kebahagiaan dan menyebarkan kesejahteraan).

Sumber : JAKiM - bapakeluarga

Butiran selanjutnya ...
Related Posts with Thumbnails