“YA ALLAH, AKU BERLiNÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA PERASAAN SEÐiH ÐAN ÐUKACiTA, AKU BERLINÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA LEMAH ÐAN MALAS, AKU BERLiNÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA BAHKiL ÐAN PENAKUT ÐAN AKU BERLiNÐUNG KEPAÐAMU ÐARiPAÐA BEBAN HUTANG ÐAN TEKANAN PERASAAN.”


“YA ALLAH, BUKAKANLAH UNTUKKU PiNTU-PiNTU KEBAiKAN, PiNTU-PiNTU KESELAMATAN, PiNTU-PiNTU KESiHATAN, PiNTU-PiNTU KENiKMATAN, PiNTU-PiNTU KEBERKATAN, PiNTU-PiNTU KEKUATAN, PiNTU-PiNTU CiNTA SEJATi, PiNTU-PiNTU KASiH SAYANG, PiNTU-PiNTU REZEKi, PiNTU-PiNTU iLMU, PiNTU-PiNTU KEAMPUNAN ÐAN PiNTU-PiNTU SYURGA, YA ALLAH YANG MAHA PENGASiH LAGi MAHA PENYAYANG.”


Khamis, April 30, 2009

Hak wanita dalam al-Quran


Wanita dalam Islam sangat dihargai dan dihormati, sangat berbeza dari anggapan yang tidak benar dan menyimpang yang tersebar luas di antara para non muslim di seluruh dunia, khususnya di negara-negara Barat, amnya. Tidak dapat kita nafikan, wanita adalah makhluk Allah SWT yang sangat istimewa kerana terdapat surah yang khusus untuk wanita di dalam al-Quran, iaitu surah yang ke 4 daripada 114 surah al-Quran yang di sebut surah An-Nisaa'.

Sebelum datangnya Islam, wanita secara umum tidak dianggap kewujudannya dalam banyak masyarakat di seluruh dunia. Sebenarnya, ia memerlukan waktu berabad-abad lamanya bagi wanita untuk memperoleh hak-hak yang setara dengan lelaki, setidaknya secara teori, jika bukan dalam praktik. Tapi perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan gender yang sepenuhnya belum lagi berakhir. Dalam perjuangan ini, banyak pihak yang menunjuk Islam sebagai salah satu penghalang terbesar bagi pemenuhan hak-hak perempuan. Tapi, jika kita mencarinya dalam Qur’an, tampaknya bukan itu masalahnya. Masalahnya terletak pada adat istiadat konservatif tradisional yang ada dalam masyarakat yang tidak menerapkan visi Qur’an tentang tingginya martabat kaum wanita.

Firman Allah SWT yang bermaksud, "Hai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim (kekeluargaan). Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (Surah an-Nisaa', ayat 1)

Ayat ini jelas menunjukkan bahawa lelaki dan wanita dalam Islam setara secara intrinsik – dalam peristiwa penciptaan – dan secara ekstrinsik dalam hubungan mereka satu sama lain mahupun kewajiban-kewajiban mereka terhadap Tuhan. Malah, menurut tafsirannya, seakan lebih meninggikan perempuan kerana ia menyebutkan rahim di akhir ayat ini, tentu sebagai penghormatan atas peranan mereka sebagai ibu.

Dalam dunia Arab pra-Islam, kaum jahiliyah kerap membunuh bayi perempuan mereka kerana kelahiran seorang anak perempuan merupakan tanda sial/malang bagi keluarga itu. Allah SWT mengutuk sikap ini dalam tafsirnya, "Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan membenamkannya (menguburkannya) ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu." (Surah ah-Nahl [016], ayat 58-59)

Sebagai catatan, Rasulullah SAW berhasil menghentikan perbuatan keji pada wanita pada masyarakat masa itu. Dalam al-Quran, terdapat larangan supaya menghentikan para penyembah berhala yang membunuh bayi perempuan yang lahir. Jika wanita dalam negara muslim saat ini tidak berkuasa memperolehi haknya, ini bukan kerana Islam tidak memberikan, sebaliknya dek kerana banyaknya tradisi asing yang biasa dilakukan di berbagai tempat yang seakan-akan merupakan ajaran Islam. Ini semua disebabkan kebodohan atau dampak dari penjajahan.

Empat belas abad setelah kedatangan Islam serta kemajuan, perkembangan, pendidikan dan pencerahan yang mengikutinya, kita masih boleh melihat stigma tentang anak perempuan ini di beberapa wilayah di dunia, seperti di Asia Selatan, misalnya. Dalam masyarakat ini, di mana lelaki biasanya menafkahi seluruh keluarga, kelahiran seorang bayi lelaki selalu dipandang lebih layak untuk dirayakan.

Meskipun peningkatan taraf wanita yang disebabkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, telah mengubah struktur sosial, kita harus berbuat lebih banyak untuk menghormati kesetaraan gender yang diuraikan dalam al-Quran. Pernikahan paksa, pembunuhan untuk “kehormatan”, dan peranan wanita dalam rumahtangga oleh budaya, tradisi mahupun norma-norma sosial tidak didukung oleh Islam.

Para pemimpin politik dan agama yang konservatif di beberapa masyarakat Muslim harus menghormati setiap garis panduan yang termaktub dalam al-Quran tentang status dan hak-hak wanita serta berusaha untuk membangunnya berdasarkan hal itu. Rasulullah SAW membawa cahaya keseluruhan alam bersama al-Quran, wahyu Ilahi menunjuk jalan yang benar, seperti memperjelaskan hak wanita. Rasulullah SAW membawa Islam memperakui hak wanita dalam segala aspek kehidupan di dunia ini, mahupun di akhirat. Kitab suci al-Quran telah menggariskan panduan untuk kita semua, setiap lelaki dan wanita memiliki posisi yang sama di sisi Allah SWT, cuma hal yang membezakan antaza kedua jantina ini adalah keimanan, ketakwaan dan amal ibadahnya. Hukum Islam telah menjamin hak wanita lebih dari 1400 tahun yang lalu, terutama ketika wanita dalam masyarakat barat tengah berjuang untuk memperoleh haknya.


Islam tidak pernah meminggirkan atau mendiskriminasi hak wanita. Islam memandang wanita sebagai seseorang secara utuh yang secara spiritual sama dengan lelaki. Islam menggalakkan wanita agar membina peribadi yang bebas dengan mempunyai hak untuk menuntut ilmu, hak membina kecerdasan akal dan akhlak yang mulia, hak-hak bekerja dan berniaga, memiliki harta, hak menyatakan kebenaran dan kepimpinan malah disuruh menyamai lelaki dalam menjalankan kewajipan Islam seperti menjaga maruah, menutup aurat, menjalani rukun Islam yang lima dan berpegang teguh dengan rukun Iman yang enam, menjadi anak perempuan yang solehah, isteri yang taat, ibu yang penyayang, berani dan berjuang menegakkan keadilan dan lain-lain lagi.

Dalam Islam, wanita memiliki kontrol terhadap kekayaannya sendiri. Wanita juga tidak boleh menikah tanpa keinginan/kerelaannya. Juga tidak boleh diwarisi oleh anak-anak lelaki suaminya seperti yang berlaku pada zaman Jahiliyah. Wanita dalam Islam juga memiliki hak waris terhadap harta-benda dan hak untuk memohon cerai dari suaminya jika diperlakukan tidak sesuai dan tidak dapat lagi hidup bersama dalam pernikahan.

Islam memberikan hak-hak waris kepada wanita 12 abad sebelum hak itu diberikan kepada para wanita Eropah. Ini dijelaskan dalam al-Quran, firman Allah SWT yang bermaksud, "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan." (Surah an-Nisaa', ayat 7)

Islam juga tidak melihat wanita dengan pandangan merendahkan atau sebagai godaan yang menyesatkan. Juga tidak menyalahkan wanita sebagai penyebab dosa. Wanita dalam Islam dibenarkan melakukan semua ibadah yang sama dengan lelaki. Bahkan, hak yang diberikan Islam terhadap wanita sekitar 1400 tahun yang lalu, jauh lebih dulu dibandingkan di dunia barat pada tahun 1900-an. Lima puluh tahun yang lalu, wanita dalam masyarakat barat tidak dapat membeli rumah atau mobil tanpa tandatangan dari ayah atau suaminya.

Islam muncul pada masa dan pada masyarakat yang memperlakukan wanita sebagai barang warisan. Sehingga merupakan sesuatu yang revolusioner bagi mereka untuk memiliki hak waris bagi diri mereka sendiri. Dalam wacana Muslim, perdebatan mengenai hak-hak wanita, atau hak-hak untuk urusan itu, selalu dipahami dalam konteks hak dan kewajiban dari sudut pandang Islam. Untuk menghormati hak dan kewajiban ini dan untuk memahami peranan kita dalam perkembangan masyarakat, kita harus mendidik diri sendiri. Pendidikan dan pengetahuan wajib hukumnya bagi lelaki dan wanita dalam Islam.

Lagi pula, pendidikanlah yang berperan sebagai katalis untuk perubahan. Firman Allah SWT yang bermaksud, "(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal sihat yang dapat menerima pelajaran." (Surah az-Zumar [039], ayat 9)

Ajaran Islam harus lebih diutamakan daripada adat dan budaya yang memiliki bias terhadap peranan konstruktif wanita dalam masyarakat Muslim. Bias ini ironisnya kadang-kadang diungkapkan atas nama agama yang justeru telah memberikan wanita hak-hak yang jauh lebih besar daripada yang boleh diterima oleh struktur-struktur sosial itu. Segala upaya pemberdayaan yang senada dengan visi al-Quran, yang menjunjung tinggi status wanita di hadapan hukum, harus didukung sepenuhnya. Kepada mereka yang ingin menyangkal hak-hak wanita semacam itu, kita boleh pertikaikan, “Apakah mereka tidak menghayati al-Quran?" kerana Allah SWT telah menegaskannya dalam tafsirnya, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan (menghayati) Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (Surah an-Nisaa', ayat 82)

Perisai kepanasan

Allah SWT berfirman dalam ayat 124 surah an-Nisaa' yang bermaksud, "Sesiapa yang berbuat baik sama ada lelaki atau wanita yang beriman, mereka pasti dianugerahkan syurga dan tidak sesekali mereka itu dianiayai." Dan ayat 32 dalam surah yang sama bermaksud, "Lelaki memperoleh daripada hasil usahanya, begitu jualah wanita memperoleh daripada hasil usahanya."

Jelas maksud ayat tadi mengenai hak lelaki dan wanita adalah sama demi melakukan kebaikan dan memiliki ganjaran yang sama. Islam amat menghormati wanita, sekalipun masih bayi dan kanak-kanak. Manakala anak-anak perempuan menjadi perisai daripada kepanasan api neraka kepada ibu bapa mereka.

Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud, "Sesiapa (ibu/bapa/penjaga) yang memiliki tiga anak perempuan dan dia (ibu/bapa/penjaga) sabar menghadapi cabaran dalam menjaga anak-anak perempuannya, nescaya Allah pasti menganugerahkan ke atasnya (ibu/bapa/penjaga) dengan kenikmatan syurga." Setelah Nabi Muhammad SAW bersabda demikian, tiba-tiba ada seorang lelaki bangun dan bertanya, "Kalau dua orang anak perempuan?" Nabi Muhammad menjawab, "Ya, sama." Lelaki itu bertanya lagi, "Kalau hanya seorang anak perempuan?" Nabi Muhammad menjawab, "Ya, tetap sama." (Hadis Riwayat Ahmad dan Al-Hakim)

Manakala dalam soal perkahwinan dan rumahtangga pula, terlalu banyak hak wanita yang harus dipatuhi dan dihormati oleh lelaki. Sebagai contoh: dalam perkahwinan, Islam memuliakan wanita dengan mempastikan mereka diberi hak yang sempurna. Pihak pengantin lelaki harus melamar wanita dengan sopan, dijaga atas nama walinya dan diberi mahar (mas kahwin) yang menjadi milik penuh wanita itu. Pihak pengantin lelaki tidak boleh sama sekali mengambil harta mas kahwin isteri tanpa izinnya.

Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisaa', ayat 4 yang bermaksud, "Dan berikanlah kepada wanita (isteri) itu mas kahwin sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika wanita (isteri) tersebut denga suka hatinya memberi kepada kamu (si suami) sebahagian daripada mas kahwinnya, maka makanlah (gunakenlah) pemberian itu sebagai nikmat yang lazat, malah lagi baik keudahannya."

Begitu juga halnya dalam hubungan suami isteri, di mana si suami harus menghormati si isteri dengan penuh kasih sayang dan saling memahami antara satu sama lain. Wanita sebagai seorang isteri berhak mendapat kasih sayang sepenuhnya daripada si suami, dan menjadi tanggungjawab atau nafkah batin ke atas suami. Allah berfirman lagi dalam surah an-Nisaa', ayat 19 yang bermaksud, "Bergaullah bersama isteri-isteri kamu dengan cara baik 9dengan penuh kasih sayang). Apabila kamu tidak menyukai mereka (disebabkan tingkah laku mereka), janganlah kamu terburu-buru bertindak atau menceraikan, mungkin sesuatu yang tidak kamu sukai itu sengaja diadakan Tuhan kebaikan yang banyak tersembunyi di dalamnya."

Pada zaman Rasulullah SAW, seorang sahabat Nabi bernama Abu Darda' diakad-nikahkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Pada malam pertamanya, Abu Darda' datang menemui isterinya. Dia memandang wajah isterinya dengan penuh kasih sayang lalau berkata, "Isteriku sayang, apabila kau melihat diriku sedang marah, maka jinakkanlah marahku itu. Dan apabila aku melihat dirimu marah, maka aku akan menjinakkan marahmu pula." Dan sambungnya lagi, "Sayangku, tanpa persefahaman, kita tidak dapat hidup dengan rukun dan damai." Begitulah ucapan Abu Darda' kepada isterinya yang tercinta di malam pertama mereka. Nasihat yang cukup berguna bagi pasangan suami isteri.

Monogami atau poligami?

Seorang wanita bergelar isteri juga berhak untuk bersuara dalam perkara poligami. Poligami bukan hak mutlak bagi lelaki dengan melupakan hak isterinya. Kita dapat lihat contoh Rasulullah SAW sendiri, sekalipun baginda mengamalkan poligami, tetapi baginda tidak pernah mengabaikan hak isteri-isteri baginda, malah isteri-isteri baginda denga suka hatinya membenarkan Rasulullah SAW berpoligami.

Jika kita lihat, Rasulullah SAW berpoligami atas nama kebenaran Islam bukanlah atas kehendak baginda sendiri. Dimanakah hak seorang isteri dalam menentukan poligami si suami? Wanita atau sesiapapun jua tidak boleh menentang hukum poligami dalam Islam, tetapi wanita yang bergelar isteri mempunyai hak untuk menghalang suaminya berpoligami. Ini terjadi ketika Saidina Ali r.a., menantu Rasulullah SAW ingin berkahwin lagi, Fatimah r.a., isteri Saidina Ali r.a., menghalangnya dan mengadu kepada Rasulullah SAW. Nabi mendengar aduan tersebut lalau menegur Saidina Ali denga sabdanya yang bermaksud, "Sekiranya engkau menyakiti hati Fatimah, samalah engkau menyakiti hatiku." Saidina Ali mendengar teguran Rasulullah SAW itu, langsung membatalkan niatnya untuk berpoligami.

Dengan kata lain, seorang lelaki yang bergelar suami harus mendapatkan restu daripada si isteri kerana dia berkewajipan untuk berlaku adil kepada isterinya yang satu itu. Menjaga dan menghormati perasaan isteri adalah salah satu tanggungjawab atau nafkah batin yang harus disempurnakan.

Pada hakikatnya, bukanlah mudah untuk suami berlaku adil walaupun status monogami. Perkara yang disebutkan tadi adalah sebahagian kecil daripada hak keseluruhan seorang wanita.

Sebenarnya masih banyak lagi hak-hak wanita yang boleh dikupas daripada kalamullah, insya Allah jika ada kelapangan, saya akan masukkan lagi entry berkaitan ini.

Butiran selanjutnya ...

Kalimah penuh makna tatkala suami dirundung duka


SEMUA manusia tidak dapat lari daripada masalah, apatah lagi buat lelaki yang bergelar suami yang menjadi ketua keluarga. Namun begitu, kaum adam ini tidak seperti wanita, mereka tidak betah meluahkan masalah yang dihadapinya dengan terus terang. Sebaliknya lebih rela menyimpan kesemuanya sendirian.

Bagi isteri pula, melihat suami berhadapan dengan masalah dan kekecewaan ada kalanya mereka kehilangan kata-kata. Tidak tahu kalimat apakah yang harus dikeluarkan untuk meredakan perasaan suami yang dirundung duka. Sedangkan ketika itulah kata-kata hikmat daripada isteri amat diperlukan.

Berikut adalah antara keadaan sukar yang mungkin dialami oleh suami anda. Dengan kalimat penuh kasih sayang yang keluar daripada mulut anda, setidak-tidaknya pasangan tidak akan terbeban dengan masalah yang membelenggu dirinya.

Suami kehilangan pekerjaan

Suami pulang dari pejabat dengan wajah muram dan kecewa. Rupa-rupanya dia baru saja kehilangan pekerjaan apabila namanya termasuk dalam senarai nama pekerja yang diberhentikan oleh syarikat. Suami kecewa kerana perkara ini seharusnya tidak berlaku, memandangkan anda baru saja menambah bilangan ahli keluarga.

Penyelesaian – Bagi seorang lelaki, pekerjaan merupakan pserkara utama dalam hidup mereka. Selain sebagai sumber kewangan untuk menyara keluarga, pekerjaan juga buat lelaki adalah simbol harga dirinya. Kehilangan pekerjaan Apatah lagi secara tiba-tiba pasti akan membuatkan seorang lelaki berasa takut tidak lagi dihormati oleh isteri, keluarga dan juga orang di sekelilingnya. Untuk membangkitkan kembali semangatnya, pilihlah kata-kata yang membuatkan dirinya berasa tidak terancam.

Katakan:

  1. “Saya akan sentiasa bersama abang.”
  2. “Abang, saya faham apa yang abang hadapi sekarang. Insya Allah, akan ada rezeki lain untuk kita.”

Kurang berjaya berbanding rakan


Selepas bertemu dengan rakan-rakan lama dalam satu Majlis ‘reunion’ teman sekampus, suami asyik mengeluh. Setelah disiasat, rupanya suami terasa rendah diri kerana kurang berjaya berbanding rakan-rakan lain yang kini sudah memiliki kereta mewah dna juga rumah besar. Sementara dirinya pula hanya sekadar berkereta kecil dan rumah pula masih menyewa lagi.

Penyelesaiannya – Simbol sebuah kejayaan selalunya dilihat daripada jumlah harta dan juga kejayaan karier. Oleh itu ramai lelaki akan berasa tertekan malah tidak bererti jika apa yang dimilikinya lebih rendah jika dibandingkan dengan orang di persekitarannya.

Faktor lain yang menimbulkan rasa tertekan adalah keinginan untuk memberi yang terbaik untuk orang-orang yang dikasihi terutama keluarganya. Dalam keadaan ini, suami berasa tidak hebat seperti rakan-rakannya dalam membahagiakan keluarganya. Sebaiknya ketika ini, ucaplah kalimat yang menunjukkan betapa bahagianya anda bersamanya. Kata-kata ini akan membuatkan dirinya lebih bersyukur dengan apa yang ada di depan matanya.

Katakan:
  1. “Mungkin kawan-kawan abang kerjanya lebih hebat tapi kita tidak kekurangan apa-apapun.”
  2. “Saya tetap bangga dengan apa yang abang ada sekarang.”

Suami mengalami kerugian besar

Suami mengakui ditiup dan kerugian wang yang besar akibat terlalu percayakan seorang rakan. Wang yang dipinjamkan itu tidak dikembalikan pada tempoh yang ditetapkan setelah rakan yang dipercayai itu menghilangkan diri tanpa khabar berita.

Lebih malang lagi, wang tersebut sebenarnya adalah wang simpanan untuk kegunaan pendidikan anak yang bakal memasuki kolej tidak lama lagi. Anda memang Tersangat kecewa dengan hal tersebut, namun pada masa yang sama tidak mahu hubungan menjadi keruh kerana perkara ini.

Penyelesaian – Biasanya lelaki lebih banyak menggunakan logik akal dalam membuat keputusan termasuklah dalam menentukan langkah hidup dan kariernya. Jadi boleh bayangkan betapa kecewanya suami jika ditiup sebegini, sedangkan dirinya sudah melakukan pertimbangan yang sewajarnya. Yang menbuatkan dirinya lebih kecewa adalah kerana diperlakukan sebegitu oleh rakannya sendiri.

Oleh sebab kerugian tersebut berpunca daripada dirinya, maka si dia akan berasa sangat bersalah, sekalipun anda tidak berkata sedemikian padanya. Kalimat yang mengatakan bahawa anda akan sama-sama menanggung masalah tersebut akan membuatkan suami berasa lebih lega dan optimis untuk bangkit kembali.

Katakan:
  1. “Mari kita sama-sama cari jalan penyelesaiannya.”
  2. “Tak mengapa sayang, saya yakin kita akan dapat kumpul kembali wang itu.”

Suami disahkan tidak subur


Setelah tida tahun berkahwin dan masih tidak dikurniakan cahaya mata, anda membuat pemeriksaan pakar. Setelah ujian dilakukan, doktor mengesahkan bahawa suami anda tidak subur dan berkemungkinan besar tidak dapat memebrikan anda zuriat.

Sejak perkara itu diketahui, suami mula menjauhkan diri daripada anda. Dia menolak langsung cadangan untuk menjalani rawatan kesuburan, agar anda dapat memb=perolehi cahaya mata.

Penyelesaian – Ketidakmampuan memberikan keturunan pastinya merupakan pukulan yang cukup besar bagi seorang lelaki. Mereka akan berasa hidup tidak bererti kerana tidak dapat membahagiakan pasangannya.

Rasa tertekannya semakin besar apabila keluarga pula sering melontarkan pertanyaan menjurus tentang anak seperti, “bila lagi nak timang anak” atau “siapa yang tidak subur antara kamu berdua” dan sebagainya.

Dalam keadaan sebegini, anda sebagai isteri sebaiknya cuba membuatkan dirinya brasa lebih berharga. Ucapkan kalimat yang menunjukkan anda menerima dirinya seadanya. Hindari daripada bertanya tentang apakah dia berasa sedih atau bertanya sesedih manakah dirinya. Tunda dulu perbincangan tentang kemungkinan mengambil anak angat atau rawatan kesuburan kerana kedua hal ini akan menbuatkan dirinya makin ‘down’.

Katakan:
  1. “Pedulikan apa yang orang cakap.”
  2. “Apapun keadaan abang, saya akan tetap bersama abang.”

Sertakan dengan tindakan

Mengucapkan kata-kata yang memberikan semangat buat suami untuk menghadapi masalahnya, sebenarnya masih belum cukup. Ia harus disertakan dengan tidakan yang konsisten dengan kata-kata semangat anda.

Sebagai contoh bila anda berkata, “Abang, saya faham apa yang abang hadapi sekarang. Insya Allah, akan ada rezeki lain untuk kita” setelah suami diberhentikan kerja, maka ia harus disertai dengan sikap berhemat dan tidak melakukan pembaziran. Sia-sia saja anda menyakinkan suami jika di saat suami kehilangan kerja dan keadaan kewangan keluarga mendesak, anda membuat pembaziran pula.

Sekiranya ini yang anda lakukan, maka suami akan sukar mempercayai kata-kata anda lagi. Selain kata-kata semangat, sentuhan juga mampu mengungkapkan perasaan cinta dan sokongan anda, terutama ketika suami tdak mampu berkata apa-apa lagi pada anda. Dalam keadaan ini, dakaplah dirinya dan biarkan hatinya tenang. Elakkan dari memaksa suami bercerita kerana ia akan membuatkan dirinya makin tertekan.

Sumber : MW

Butiran selanjutnya ...

Penyakit jiwa binasakan batin, peribadi manusia

Oleh Mohd Adid Ab Rahman

Hati perlu bersih daripada sifat mazmumah dengan hayati ajaran al-Quran

MANUSIA yang waras sering berdepan dengan pelbagai persoalan dalam kehidupan, sama ada ringan atau berat. Sesungguhnya keadaan itu sudah menjadi lumrah hidup seorang manusia. Masalah itu mungkin saja kerana banyak melakukan dosa, kezaliman, kehilangan sesuatu yang disayangi, ditimpa kerugian dalam perniagaan dan sebagainya. Akibatnya manusia mengalami gangguan jiwa seperti resah, gelisah, dukacita, putus asa, ketakutan, kemarahan, kebencian, suka termenung dan tidak lena tidur serta menyalahkan takdir Ilahi. Semua itu memberi kesan hidup tidak selesa dan jiwa tidak bahagia atau tenang.

Ada sebilangan besar masyarakat meleraikan kekusutan jiwa tanpa pertimbangan akal sihat dan panduan agama. Contoh bersukaria, menikmati muzik, berkaraoke, menari, mengambil ubat penenang, mengambil dadah, minum arak bahkan ada yang sanggup membunuh diri. Ketenteraman yang diperoleh cara demikian sesungguhnya tak lebih hanyalah bersifat sementara dan sekadar anggapan belaka.

Bagi orang beriman, walau sebesar mana persoalan hidup yang melanda pasti akan dihadapi dengan sabar, tabah dan jiwa yang tenang. Lantaran, dengan memiliki ketenangan jiwa menyebabkan seseorang itu dapat menjalani kehidupan dengan teratur dan sewajarnya mengikut kehendak syariat Islam serta mampu beribadat dengan sempurna, melaksanakan tanggungjawabnya terhadap keluarga atau masyarakat. Kesimpulannya segala tindak-tanduk yang dilakukan mengikut rentak jiwa. Hal ini pernah disentuh Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya bermaksud: "Sesungguhnya dalam diri manusia itu ada seketul daging, jika baik daging itu, baiklah manusia. Jika jahat daging itu maka jahatlah manusia. Ketahuilah itulah hati." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Bagi meraih ketenangan hakiki, perlu seseorang itu mengamalkan cara yang ditunjukkan oleh agama. Sesungguhnya berpegang kukuh kepada agama sangat penting lantaran menjadikan seseorang itu selalu berada dalam keadaan tenang.

Kita sangat tertarik dengan ungkapan Ahli Falsafah dan Psikologi Amerika Syarikat, William James, yang berkata "Iman, adalah ubat paling mujarab dalam menyembuhkan tekanan. Antara kita dan Tuhan ada hubungan yang tidak terputus. Jika kita meletakkan diri di bawah naungan kekuasaan Tuhan dan berserah diri kepada-Nya, semua harapan dan angan-angan kita akan wujud. Pada masa sama, gelombang kesulitan hidup dan tekanan kehidupan tidak akan mampu menggoyahkan ketenangan dan kestabilan jiwa manusia yang memiliki iman kepada Tuhan".

Pendapat beliau selari dengan pandangan Dr Yusof Al-Qardhawi dalam bukunya Al-Iman Walayah yang menyebut, "Ilmu, kesihatan, kepuasan nafsu, kekuatan, harta kekayaan tidak dapat menjana kebahagiaan. Hanya iman kepada Allah, hari akhirat dapat menjana kebahagiaan dan ketenangan."

Begitulah yang diajarkan Islam bahawa seseorang yang berpegang dengan agama secara benar bermakna selalu ingat kepada Allah SWT dalam pelbagai kesempatan atau peluang baik duduk, berdiri mahu pun berbaring, yang akhirnya membuahkan ketenangan jiwa. Allah SWT berfirman yang bermaksud: "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram." (Surah Ar-Ra'd, ayat 28)

Dalam ayat lain kita menemui penjelasan Allah mengenai orang yang benar-benar beriman tetap memperoleh keamanan dan ketenteraman. Firman Allah SWT yang bermaksud, "Orang-orang yang beriman dari tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Surah al-An'am, ayat 82)

Kita juga perlu yakin dengan pertolongan Allah. Sebab seperti yang kita ketahui bahawa dalam usaha untuk mendapatkan sesuatu yang diimpikan sering kali terpaksa menghadapi masalah dan rintangan. Ini semua boleh menimbulkan rasa putus asa, takut dan kebimbangan. Bila ada keyakinan bahawa Allah akan menolong orang beriman (baik orang-orang terdahulu, sekarang dan akan datang) yang bersungguh-sungguh berusaha dan berjuang, menyebabkan jiwa menjadi lapang dan tenteram. Firman Allah SWT bermaksud, "Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Surah Al-Anfal, ayat 10)

Senada dengan itu di lain ayat Allah menjelaskan: "Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu kerana-Nya dan kemenanganmu itu hanyalah daripada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Surah Ali Imran, ayat 126)

Islam juga mengajar kita agar selalu bersyukur kepada Allah. Nikmat yang Allah anugerah kepada kita amatlah banyak sehingga tidak terhitung jumlahnya. Kendatipun nikmat atau rezeki itu kecil, tetap diterima dengan penuh reda dan kesyukuran menyebabkan jiwa sentiasa lapang. Selanjutnya dia yakin bahawa Allah akan menambah nikmat itu sebagaimana dapat kita fahami daripada kenyataan al-Quran yang bermaksud, "...Demi sesungguhnya jika kamu bersyukur nescaya Aku akan tambah nikmat-Ku kepadamu, demi sesungguhnya jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azab-Ku amatlah keras." (Surah Ibrahim, ayat 71)

Namun jika tidak ingin bersyukur, tatkala mendapat rezeki sedikit pasti akan terus menjadi resah, memberontak, putus asa dan dengki terhadap orang yang mendapat rezeki lebih daripadanya. Hal ini boleh kita lihat ayat suci yang bermaksud: "Dan Allah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Kerana itu Allah merasakan kepada mereka pakaian (meliputi tubuh badan mereka), kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (Surah An-Nahl, ayat 162)

Sesungguhnya apabila jiwa tidak tenang bermakna jiwa sudah dihinggapi penyakit yang pasti akan membinasakan keperibadian seseorang itu. Lantaran penyakit itu mencerminkan hanya keburukan saja sebagaimana dijelaskan Dr Hamzah Ya'qub dalam bukunya Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin, bahawa sifat buruk dan merosak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagiaan, merintangi peribadi daripada memperoleh keredaan Allah dan sikap mental yang cenderung mendorong peribadi melakukan perbuatan buruk dan merosak."

Seandainya penyakit jiwa menguasai diri mengakibatkan ghairah beramal jadi melemah, semangat untuk maju dalam kebaikan terpadam, malas untuk bekerja, lalai mengingat Allah, sukar menerima kebenaran dan tumpul daya fikir Allah SWT menjelaskan: "Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Kerana sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (Surah Al-Hajj, ayat 46)

Oleh yang demikian, sebagai seorang Islam yang mahukan kebahagiaan dan ketenangan sebenarnya dan berpanjangan, hendaklah sepanjang hidupnya membersihkan hati daripada sifat mazmumah dengan cara menghayati ajaran al-Quran dalam kehidupan serta meneladani keperibadian Rasulullah secara istiqamah. Dengan itu, orang Islam akan jadi lebih terpuji, produktif dan cemerlang.

Sumber : BHarian 2009/04/30

Butiran selanjutnya ...

Melakukan kerja halal seperti jaga maruah agama

Oleh Amran Zakaria

Pekerja curi masa ketika di pejabat, buat kerja peribadi akan diperhitung di akhirat

MENJALANKAN kerja yang halal bermakna membawa rezeki diberkati untuk menanggung kehidupan sendiri mahupun keluarga. Jauhilah daripada kerja haram dan subahat kerana kelak pintu keberkatan rezeki akan tertutup.

Daripada Anas bin Malik meriwayatkan, seorang lelaki daripada kaum Ansar datang menemui Rasulullah SAW dan meminta sesuatu kepada Baginda. Tiba-tiba Rasulullah SAW bertanya lelaki itu: "Adakah sesuatu di rumahmu? Jawabnya: Ada, ya Rasulullah. Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebahagian kami gunakan untuk selimut dan sebahagian kami jadikan alas tidur. Selain itu, saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami guna untuk minum."

Rasulullah SAW meminta lelaki itu membawa barang berkenaan dan menyerahkannya kepada Baginda. Setelah barang diterima, Rasulullah SAW melelongnya kepada sahabat yang hadir pada saat itu, Baginda menawarkan pada siapa yang mahu membeli.

Salah seorang sahabat menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah SAW menawarkan kepada mereka barangkali ada yang sanggup membeli lebih daripada satu dirham. Kemudian ada yang menawarkan dua dirham dan Rasulullah SAW menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima wangnya.

Wang itu lalu Baginda SAW serahkan kepada lelaki Ansar berkenaan, seraya berkata: "Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini." Tidak lama kemudian lelaki itu kembali menemui Rasulullah SAW dengan membawa kapak.

Rasulullah SAW melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dulu, lantas berkata, "Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar dan jangan menemui aku sampai dua pekan." Lelaki itu taat melaksanakan apa yang disaran Rasulullah SAW.

Selepas dua pekan berlalu lelaki itu menemui Rasulullah SAW melaporkan hasil kerjanya. Dia memberitahu Rasulullah SAW bahawa selama masa itu dia berjaya memperoleh wang sebanyak sepuluh dirham. Sebahagian perolehan digunakan untuk membeli makanan dan pakaian.

Selepas mendengar kata-kata lelaki Ansar itu, Rasulullah SAW bersabda: "Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat."

Rasulullah SAW bersabda lagi yang bermaksud: "Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi keperluanmu itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Bekerja dalam Islam bukan sekadar memenuhi keperluan untuk belanja mengisi perut bahkan bertujuan memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dipertahankan. Islam menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri.

Rasulullah SAW pernah ditanya: "Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab: Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang dianggap baik." (Hadis riwayat Ahmad dan Baihaqi)

Seorang yang bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat serta kemuliaannya. Sebaliknya, mereka yang berat tulang dan lebih selasa menganggur, memberi imej buruk dan negatif pada pandangan serta penglihatan orang lain.

Diceritakan pada suatu hari Saidina Umar Al-Khattab melihat Zaid bin Maslamah sedang menanam tanaman di tanahnya, maka berkatalah Saidina Umar kepada Zaid: "Benar sekali perbuatanmu itu. Engkau tidak menggantungkan hidupmu kepada orang lain adalah cara terbaik untuk memelihara agamamu dan amat mulia untuk menjaga martabat dirimu."

Saidina Umar juga pernah memberitahu: "Sesungguhnya aku memandang seorang pemuda, maka aku kagum kepadanya. Lantas aku bertanya kepadanya apakah pekerjaan yang dilakukannya. Lalu dijawab tidak, maka jatuh nilai pemuda itu pada pandanganku."

Memang benar kehidupan sebagai buruh sangat berbeza dengan kehidupan eksekutif. Secara umumnya buruh dilihat memerah keringat sementara eksekutif bertungkus-lumus memerah dan mengeluarkan idea.

Jika semuanya itu dilakukan dengan penuh tanggungjawab dan amanah nescaya ia akan menghasilkan produk yang sangat bermanfaat dari segi masa, kos dan tenaga sementara ruang lingkup kehidupan pula akan lebih sejahtera.

Di samping itu, kita hendaklah mengetahui setiap tugas atau kerja yang diberi Allah SAW kepada seseorang itu adalah menurut kemampuan mereka seperti firman Allah yang bermaksud: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang terdaya olehnya." (Surah al-Baqarah , ayat 286)

Ayat itu menegaskan tidak ada sebab bagi seseorang pekerja itu mengeluh dan mengatakan bahawa tugasnya terlalu berat dan sukar. Seseorang pekerja itu boleh menyelesaikan segala tugas jawatannya, melainkan pekerja itu sendiri tidak mahu menunaikan tanggungjawabnya.

Bagi pekerja yang punya prestasi kerja tinggi, komited, menjaga akhlak, masa dan bermatlamat jelas untuk kepentingan keluarga, agama dan majikan, wajar dihargai serta disanjung tinggi. Islam memandang tinggi kepada golongan pekerja seperti ini.

Apalagi banyak antara mereka yang melakukan kerja dari subuh hingga larut malam bagi tujuan memenuhi keperluan keluarganya. Atas niat yang betul, mereka akan mendapat ganjaran pahala di sisi Allah SWT.

Pekerja mahu pun majikan wajib mentaati dan menjalankan tanggungjawab masing-masing dengan penuh amanah. Seorang buruh wajib bekerja sesuai dengan akad yang disepakati bersama begitu juga majikan memastikan pekerja mendapat haknya.

Jangan sekali-kali kita lupakan bahawa bekerja mengikut kaedah Islam adalah berbeza mengikut pendekatan Barat. Dalam Islam, pekerjaan halal yang dipilih akan meletakkan status pelakunya pada tahap yang tinggi sehingga pahala diperoleh seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah.

Sabda Rasulullah SAW bermaksud: "Barang siapa bekerja untuk anak isterinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah." (Hadis riwayat Bukhari)

Kita hendaklah insaf dan sedar bahawa setiap kegiatan dan pekerjaan di dunia ini akan dihitung di akhirat nanti. Firman Allah yang bermaksud: "Tiap-tiap diri bertanggungjawab terhadap apa yang sudah diperbuatnya." (Surah al-Muddaththir, ayat 38)

Kita tidak boleh mengambil peluang mencuri masa dengan membuat kerja peribadi dalam waktu pejabat, melengah-lengahkan bayaran kepada pemborong, meluluskan permohonan yang sepatutnya ditolak kerana kita akan dihukum di akhirat kelak walaupun terlepas hukuman di dunia.

Sebaliknya, berbahagialah kita di dunia dan akhirat jika kita melaksanakan tugas menurut tuntutan Islam dan bergembiralah mana-mana pekerja yang mendapat keredaan Allah dengan ganjaran pahala.

Islam benci kepada mereka yang layak bekerja tetapi menjadi pengemis atau penganggur sementara yang mempunyai tanggungjawab perlu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan amanah kerana Allah SWT.

Penulis ialah Ketua Pegawai Eksekutif, Dewan Amal Islam Hadhari (Damai)

Sumber : BHarian 2009/04/30

Butiran selanjutnya ...

Hak Muslim : Isteri dicerai talak tiga berhak tuntut nafkah tempat tinggal

Soalan:

MERUJUK penulisan mengenai perceraian talak tiga pada ruangan ini minggu lalu, saya ingin bertanya mengenai hak isteri yang diceraikan dengan talak tiga. Sebagai isteri yang diceraikan talak tiga, bolehkah saya menuntut nafkah edah.

Bekas isteri,
Hulu Selangor


Jawapan:

Isteri yang diceraikan, walaupun dengan talak tiga masih berhak mendapat nafkah edah, tetapi nafkah tempat tinggal saja. Tempat tinggal adalah menjadi hak kepada semua wanita yang bercerai tidak kira cerai mati, talak rajie, talak bain atau fasakh. Kecuali jika isteri disabitkan sebagai isteri nusyuz dan isteri masih kecil atau isteri tidak disetubuhi.

Firman Allah bermaksud: "Tempatkanlah isteri (yang menjalani edahnya) di tempat kediaman kamu sesuai dengan kemampuan kamu." (Surah at-Talaq, ayat 6)

Tujuan edah tempat tinggal adalah untuk meringankan beban ditanggung bekas isteri akibat perceraian. Dengan kata lain, apabila berlaku perceraian, bekas isteri mempunyai kediaman buat sementara waktu sebelum berpindah ke tempat lain.

Pada waktu sama, bekas isteri dapat membuat persediaan awal untuk menghadapi kehidupan baru tanpa bantuan bekas suami. Edah tempat tinggal juga bertujuan anak hasil perkahwinan mempunyai tempat tinggal sesuai, meskipun ibu bapa mereka sudah berpisah.

Isteri berhak tinggal di rumah didiami ketika berlaku perceraian walaupun rumah itu hak suami. Jika suami tidak mempunyai rumah, isteri boleh memohon suami menyewakan rumah sesuai supaya isteri boleh mendiaminya semasa dalam tempoh edah.

Dalam keadaan suami yang tidak mempunyai rumah sesuai untuk ditempatkan bekas isteri yang dalam edah dan isteri meminta dihantar ke rumah ibu bapanya lalu suami bersetuju, maka bapa atau ibu kepada isteri berhak mengenakan sewa rumah ke atas suami selagi isteri belum habis edahnya.

Seksyen 72 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Selangor 2003 memperuntukkan:

l Seseorang perempuan yang diceraikan berhak tinggal di rumah di mana dia biasa tinggal semasa dia berkahwin selagi suami tidak mendapatkan tempat tinggal lain yang sesuai untuk isteri.

l Hak tempat tinggal yang diperuntukkan dalam seksyen kecil (1) akan terhenti jika tempoh edah sudah tamat atau jika tempoh penjagaan anak sudah tamat atau jika perempuan itu berkahwin semula atau jika perempuan itu melakukan perbuatan keji yang nyata dan sesudah itu suami boleh memohon mahkamah supaya dikembalikan rumah itu kepadanya.

Seksyen itu menjelaskan suami masih bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal sesuai untuk isterinya dalam tempoh edah. Hak tempat tinggal akan terhenti apabila isteri memenuhi salah satu daripada kriteria di atas. Selepas itu, suami boleh menuntut kembali rumah itu.

Hak tempat tinggal dalam edah ini perlu dituntut bekas isteri dalam tempoh seberapa segera yang mungkin, selepas berlaku perceraian. Jika isteri tidak berbuat demikian, hak itu akan gugur dan tidak menjadi hutang kepada bekas suami.

Merujuk kitab Kifayatul Akhyar, disebut yang maksudnya: "Berlalu sebahagian masa daripada edah atau keseluruhannya dan isteri yang diceraikan tidak menuntut hak tempat tinggal, maka gugurlah hak itu dan tidak menjadi hutang ke atas suami yang menceraikan isterinya, seperti dinaskan as-Syafie."

Di sinilah letaknya keindahan dan kesyumulan Islam. Apa pun keadaan berlaku kepada puan, janganlah sesekali salahkan Islam. Islam itu baik, cuma penganutnya saja yang tidak memahami serta melaksanakan Islam seperti sepatutnya.

Jika suami tidak menyediakan tempat tinggal puan semasa tempoh edah, saya nasihatkan puan bersegeralah ke Mahkamah Rendah Syariah tempat puan bermastautin, failkan tuntutan nafkah edah dengan jumlah kiraan yang wajar untuk peruntukan tempat tinggal.

Jawapan disediakan Timbalan Presiden Persatuan Peguam Syarie Malaysia (PGSM), Musa Awang. Sila layari http://www.peguamsyarie.org

Sumber : BHarian 2009/04/30

Butiran selanjutnya ...

Rabu, April 29, 2009

Benarkah Tugas Istri Itu Mengurus Rumahtangga?


by wiemasen.

Hitam Putih Hak dan Kewajiban Suami Istri

Istrinya disuruh kerja dari pagi sampai petang membersihkan rumah, ngurus anak-anak dan malamnya masih disuruh ngurut suaminya lagi. Makanan istri tidak enak pada suatu saat, bisa menyebabkan suami marah besar. Atau istri lupa menyetrika baju kerja suaminya bisa membuahkan kata-kata sinis terhadap istrinya. Belum lagi tanggung jawab mendidik anak-anak yang diserahkan semua kepada istrinya. Pada saat anaknya dapat nilai merah, istrinya yang kena damprat.

Bagi yang belum menikah atau merencanakan untuk menikah, tolong perlakukan istri anda dengan baik. Kenapa begitu? Karena sebenarnya tugas isteri hanya tinggal buka mulut dan suami yang berkewajiban menyuapi makanan ke mulut isterinya. Tidak ada kewajiban isteri untuk belanja bahan mentah, memasak dan mengolah hingga menghidangkannya. Semua itu pada dasarnya kewajiban asasi seorang suami. Seandainya suami tidak mampu melakukannya sendiri, tetap saja pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melaksanakannya. Kalau perlu suami harus menyewa pembantu atau pelayan untuk mengurus makan dan urusan dapur.

Bahkan memberi nafkah kepada anak juga bukan kewajiban isteri. Suami itulah yang punya kewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya. Jangan heran kalau memberi air susu ibu juga bukanlah kewajiban isteri. Tetapi kewajiban itu pada dasarnya ada pada suami. Kalau perlu, suami mengeluarkan upah kepada isterinya untuk menyusui anaknya sendiri.

Itulah hak dan kewajiban suami istri kalau dilihat dari sudut hitam putih saja.

Hubungan Dari Sisi Moral, Etika dan Hubungan Sosial

Selain itu kita juga patut melihat dari sisi moral, etika dan hubungan sosial. Tentu ada sisi-sisi lain seperti aspek rasa cinta, saling memiliki, saling tolong, saling merelakan hak dan saling punya keinginan untuk membahagiakan pasangannya.

Sehingga seorang isteri yang pada dasarnya tidak punya kewajiban atas semua hal itu, dengan rela dan ikhlas melayani suaminya, belanja untuk suami, masak untuk suami, menghidangkan makan di meja makan untuk suami, bahkan menyuapi makan untuk suami kalau perlu. Semua dilakukannnya semata-mata karena cinta dan sayangnya kepada suami. Dengan semua hal itu, tentunya isteri akan menerima pahala yang besar dari apa yang dikerjakannya. Karena dengan bantuannya itu, suami akan menjadi senang dan ridha kepadanya.

Maka pasangan itu akan memanen kebaikan dan pahala dari Allah SWT. Suami mendapat pahala karena sudah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberi hartanya untuk nafkah isterinya. Isteri mendapat pahala karena membantu meringankan beban suami. Meski hukumnya tidak wajib.

Itulah hubungan cinta antara suami dan isteri, yang jauh melebihi sekedar hubungan hak dan kewajiban. Tentu saja ketika seorang isteri mengerjakan hal-hal yang pada dasarnya menjadi kewajiban suami, maka wajar bila suami mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang tulus.

Jadi kalau istri anda memasak makanan yang tidak enak, lupa menggosok baju kerja anda, lupa membayar tagihan listrik, tidak tahu bagaimana mengajar matematik kepada anak anda, maka anda tidak anda hak untuk memarahinya. Kenapa begitu? Karena itu semua sebenarnya adalah tugas suami yang dikerjakan oleh istri anda secara sukarela.

Istri Tidak Berkewajiban Menafkahi Anak-Anak Yang Ditinggalkan Oleh Suaminya

Bahkan kalau si suami meninggalpun, tanggung jawab menafkahi anak-anak bukan urusan si istri. Tapi semua itu adalah tanggung jawab para saudara dari pihak suami yang masuk dalam kriteria ahli waris. Bila suami yang mati itu masih ada maka ayahnya itu yang menanggung nafkah para cucunya. Sedangkan pihak istri secara hakikatnya tidak menanggung nafkah buat anak-anaknya.

Para ahli waris suami itu berhak atas harta warisan yang ditinggalkan bila memang yang meninggal itu memiliki sejumlah harta. Dan sebaliknya, para ahli waris itu harus menanggung hutang si mayit bila matinya meninggalkan hutang. Termasuk bila meninggalkan tanggungan anak yatim. Jadi disinilah keadilan Islam.

Walaupun si istri kemudian bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, tapi secara hakikatnya, dia tetap tidak diwajibkan untuk membiayai anak-anaknya sendiri. Tapi bila sebagai ibu ingin memberikan nafkah pada anaknya, dia akan mendapat pahala sunnah.

Siapa Yang Menafkahi Istri Apabila Telah Menjadi Janda?

Pada saat sang wanita menikah, tanggung jawab penghidupannya ada di tangan suami. Tetapi jika ia menjadi janda, ia kembali menjadi tanggung jawab ayah dan saudara laki-lakinya. Dan bila tak ada seorang pun yang bisa menanggungnya, maka negaralah yang wajib memikirkannya. Itulah sebabnya, dalam Islam tidak ada pemisahan antara negara dan agama.

Adakah Harta Gono-Gini Dalam Islam?

Harta gono-gini (istilah Jawa), yaitu harta milik bersama suami istri yang didapat dari hasil gaji keduanya selama setelah pernikahan, tak ada dalam Islam. Bila istri berpenghasilan, maka bukan lantas milik bersama, tetapi tetap jadi haknya pribadi. Mengenai kerelaan istri untuk memberikan hartanya kepada suami, itu masalah lain, dan dinilai sebagai sedekah.

Apabila suatu waktu terjadi perceraian, maka harta pribadi istri tetap menjadi haknya. Kalaupun ada harta gono-gini, maka aturan pembagiannya fifty-fifty yang lazim digunakan orang adalah salah. Menurut Islam, harta istri tetap miliknya, tak ada hak suami atasnya.

Harta Istri

Harta isteri adalah harta milik isteri, baik yang dimiliki sebelum menikah atau pun setelah menikah. Harta isteri setelah menikah yang terutama adalah dari suami dalam bentuk nafaqah (nafkah), selain juga mungkin bila isteri itu bekerja atau melakukan usaha yang bersifat bisnis.

Khusus masalah nafkah, sebenarnya nafkah sendiri merupakan kewajiban suami dalam bentuk harta benda untuk diberikan kepada isteri. Segala keperluan hidup isteri mulai dari makanan, pakaian dan tempat tinggal, menjadi tanggungan suami. Dengan adanya nafkah inilah kemudian seorang suami memiliki posisi qawam (pemimpin) bagi isterinya. Kalau suami tidak lagi bekerja dan digantikan oleh istrinya, maka si suami kehilangan posisi sebagai pemimpin bagi istrinya.

Namun yang biasa terjadi, sebagian kalangan beranggapan bahwa nafkah suami kepada isteri adalah biaya kehidupan rumah tangga saja. Padahal kalau kita kembalikan kepada aturan asalnya, yang namanya nafkah itu merupakan ‘gaji’ atau honor dari seorang suami kepada isterinya. Adapun keperluan rumah tangga, baik untuk makan, pakaian, rumah, listrik, air, sampah dan semuanya, sebenarnya tidak termasuk nafkah suami kepada isteri. Karena kewajiban mengeluarkan semua biaya rumah tangga itu bukan kewajiban isteri, melainkan kewajiban suami.

Kalau suami menitipkan amanah kepada isterinya untuk membayarkan semua biaya itu, boleh-boleh saja. Tetapi tetap saja semua biaya itu belum bisa dikatakan sebagai nafkah buat isteri. Sebab yang namanya nafkah buat isteri adalah harta yang sepenuhnya menjadi milik isteri. Nafkah itu ‘bersih’ menjadi hak isteri, di luar biaya makan, pakaian, bayar sewa rumah dan semua keperluan sebuah rumah tangga.

Kalau dipikir-pikir, seorang perempuan yang kita nikahi itu, sejak kecil telah dibiayai oleh kedua orang tuanya. Pastilah orang tua itu sudah mengeluarkan biaya yang sangat besar sampai anak perawannya siap dinikahi. Lalu tiba-tiba kita datang melamar si anak perawan itu begitu saja, bahkan kadang emas kawinnya cuma seperangkat alat sholat tidak lebih dari nilai seratus ribu rupiah.

Sudah begitu, dia diwajibkan mengerjakan semua pekerjaan kasar layaknya seorang pembantu rumah tangga. Mulai dari subuh sudah bangun dan memulai semua kegiatan, urusan anak-anak kita serahkan kepada mereka semua, sampai urusan atap rumah bocor. Sudah lelah bekerja seharian, malamnya masih pula ‘dipakai’ oleh suaminya.

Jadi sebenarnya wajar dan masuk akal kalau untuk isteri ada nafkah eksklusif di mana mereka dapat hak atas ‘honor’ atau gaji dari semua jasa yang sudah mereka lakukan sehari-hari. Uang itu sepenuhnya milik isteri dan suami tidak boleh meminta dari uang itu untuk bayar listrik, sewa rumah, uang sekolah anak, atau keperluan lainnya.

Dan kalau isteri itu pandai menabung, anggaplah tiap bulan isteri menerima ‘gaji’ sebesar sejuta perak yang utuh tidak diotak-atik, maka pada usia 20 tahun perkawinan, isteri sudah punya harta yang lumayan 20 x 12 = 240 juta rupiah.

Lumayan kan?

Nah harta itu milik isteri 100%, karena itu adalah nafkah dari suami. Kalau suami meninggal dunia dan ada pembagian harta warisan, harta itu tidak boleh ikut dibagi waris. Karena harta itu bukan harta milik suami, tapi harta milik isteri sepenuhnya. Bahkan isteri malah mendapat bagian harta dari milik almarhum suaminya melalui pembagian waris.

Sumber:

Artikel tanya jawab yang pernah diurus oleh ustadz Ahmad Sarwat, Lc di www.eramuslim.com yang berjudul:

1. Harta Isteri, yang Manakah?
2. Hukum Mawaris dan Sistem Keluarga Dalam Islam
3. Benarkah Kewajiban Suami Mengurus Rumah Tangga?

dan dari http://www.syariahonline.com

1. Suami wafat, siapa bertanggungjawab nafkah anak-anaknya?

Sumber : http://blog.wiemasen.com/2008/12/28/tugas-istri/

Artikel-artikel lainnya:

  1. Benarkah Tugas Istri Mengurus Rumah Tangga?
  2. Development of the Concept of Women’s Work
  3. Tanggung Jawab Nafkah Anak Yatim
  4. Perlukah Wanita Bekerja?
Sumber : wiemasen

Butiran selanjutnya ...

Petunjuk kesihatan dan kepuasan hidup

Namun, fokus artikel minggu ini bukan kepada hubungan seks terlarang, hukum agama mahupun penyebaran penyakit akibat seks rambang. Apa yang ingin diketengahkan adalah fakta sebuah tinjauan yang menunjukkan rakyat Malaysia, yang rata-rata menganggap seks satu subjek tabu, kurang menikmati keintiman bersama pasangan masing-masing.

Perlu juga ditekankan bagaimana hasil tinjauan sama turut menunjukkan hubungan rapat kepuasan seksual seseorang dengan tahap kesihatan dan juga kepuasan hidupnya secara keseluruhan.

Asia Pasifik

Satu tinjauan besar-besaran tajaan Pfizer untuk 13 negara Asia Pasifik dari Mei hingga Julai 2008 menunjukkan satu persamaan penting dengan tinjauan serupa di Eropah iaitu tahap kepuasan seksual dan juga kepuasan hidup semakin menurun di seluruh dunia.

Tinjauan Kesihatan Seksual dan Menyeluruh Asia Pasifik (AP SHOW) itu juga menunjukkan masalah seksual juga semakin banyak berlaku dengan 31% lelaki dan 43% wanita mempunyai masalah dalam hubungan seks dengan pasangan mereka. Penduduk di India dan Filipina dicatatkan mempunyai kepuasan seksual tertinggi di rantau ini sementara Jepun dan Korea antara yang terendah.

Ahli Pengasas Pusat Kesihatan Seksual Australia di Hospital St. Luke, Sydney, Dr. Rosie King memaklumkan situasi di Malaysia hampir sama seperti di Eropah dengan sebahagian besar penduduknya kurang kepuasan seksual.

Sebanyak 62% lelaki dan 73% wanita negara ini kurang kepuasan penuh dalam hubungan seks berbanding 60% lelaki dan wanita di Eropah. Selain itu, tinjauan juga menunjukkan kurang kepuasan seksual berkait dengan kepuasan hidup seseorang itu, secara keseluruhannya,” jelas beliau.

Menurutnya lagi, individu yang mempunyai tahap kepuasan seks yang tinggi dilihat mempunyai tahap kepuasan hidup yang lebih tinggi. Selain itu tegasnya, kepuasan seksual juga jelas berkait rapat dengan tahap kesihatan badan, pengurangan stres dan tanggapan positif terhadap kesihatan fizikal, terutamanya di kalangan wanita Malaysia.

“Lelaki dan wanita yang mendapat kepuasan penuh dari hubungan seks mereka juga dilihat menggambarkan kesihatan diri sebagai bagus atau amat bagus,” katanya.

Hasil maklumat yang dikumpul dari pasangan di rantau Asia Pasifik itu, jelas dilihat bagaimana individu yang sihat lebih menikmati hubungan seks bersama pasangan masing-masing. Ini seterusnya dapat memberi kesan berangkai yang meningkatkan pemikiran positif terhadap pencapaian hidup dan kepuasan hidup secara keseluruhan.

Lelaki dan ED

Sekitar 38% lelaki di Malaysia dikatakan menghadapi masalah mati pucuk (ED) dan dianggarkan hanya satu dari 10 pesakit ED sahaja yang mendapatkan bantuan. Selebihnya, hanya mengharapkan bantuan datang atau mencari di tempat yang salah. Menurut Dr. King, lelaki yang menghidap ED seterusnya mungkin berhadapan dengan tahap kepuasan seksual yang berkurangan dan semakin kurang hubungan seks.

“Kira-kira 40% lelaki Malaysia melaporkan ereksi yang tidak mencapai tahap maksimum (gred 4). Lebih malang lagi bagi mereka, tinjauan AP SHOW juga menunjukkan lelaki jauh lebih mementingkan seks berbanding wanita,” ujarnya.

Beliau menjelaskan AP SHOW menunjukkan seks merupakan keutamaan nombor lapan daripada 17 keutamaan hidup lelaki tempatan sementara bagi wanita pula ia yang ke-14 daripada 17 keutamaan hidup lain. Tambahnya, dari segi purata rantau Asia Pasifik pula, seks berada di tangga ke-16 daripada 17 keutamaan hidup bagi wanita.

Dari segi peratusan, AP SHOW menunjukkan 64% lelaki menganggap hubungan seksual yang baik dalam perhubungan sebagai penting atau amat penting berbanding hanya 45% wanita yang mempunyai tanggapan sama.

Bagi lelaki yang menghidap diabetes pula, mereka lebih berisiko menghidap ED akibat neuropati diabetik. Dianggarkan sehingga 75% penghidap diabetes mengalami masalah seksual, yang semakin teruk dengan peningkatan usia.

ED kebiasaannya mula dikesan selepas 10 tahun pesakit dikesan menghidap diabetes tetapi malangnya ramai yang malu untuk membincangkan masalah tersebut dengan pasangan mahupun doktor mereka. Ini bukan sahaja menjejaskan kepuasan seksual diri, malahan tahap kepuasan isteri (pasangan) mereka juga.

Peranan doktor

Seperti ramai sedia maklum, semakin ramai penduduk dunia dan juga penduduk Malaysia yang menghidap penyakit kronik seperti diabetes, masalah kardiovaskular (jantung dan salur darah), buah pinggang dan banyak lagi. Dengan itu, pasti lebih banyak pesakit yang menemui doktor untuk pemeriksaan dan rawatan.

Dr. King menegaskan doktor-doktor perlu mengambil kesempatan semasa pemeriksaan kesihatan pesakit untuk bertanyakan tentang kesihatan seksual mereka.

“Memang difahami bahawa seks adalah satu subjek yang sukar dibincangkan oleh doktor mahupun pesakit. Bagaimanapun, doktor perlu lebih proaktif dan belajar membincangkan isu sebegini supaya keseluruhan kualiti hidup pesakit terjaga,” katanya.

Tegasnya, bantuan doktor dalam subjek tabu ini penting kerana kajian telah membuktikan kepentingan seks tidak akan berkurangan dengan peningkatan usia. Berikutan semakin banyak masalah kesihatan menyusul dengan peningkatan usia, bantuan doktor (walau cuma merujuk kepada pakar bersesuaian) dapat memastikan kepuasan seksual pesakit tidak terjejas teruk.

Dalam konteks budaya Timur yang mementingkan adab sopan, pemikiran lama yang membataskan peranan isteri dalam hubungan seksual bersama suami juga mungkin menjejaskan kepuasan kedua-dua pihak. Untuk itu, komunikasi antara suami isteri amat penting, bukan sahaja bagi mengukuhkan hubungan rumahtangga malahan membolehkan mereka menikmati hubungan yang telah dihalalkan melalui penyatuan yang sah.

Seks merupakan satu subjek yang luas dan subjektif dengan bermacam pecahan yang boleh membawa masalah mahupun penyelesaian. Paling utama, ia melibatkan hubungan mendalam dua individu dan akan memberi kesan (baik atau buruk) kepada kedua-dua suami dan isteri.

Jangan hanya mementingkan diri dengan menyorokkan masalah yang dihadapi sehingga membiarkan pasangan anda terkapai-kapai. Seks dalam hidup berumahtangga adalah sesuatu yang amat penting dan tidak boleh diambil mudah kerana ia akan memberi kesan kepada kepuasan hidup anda dan pasangan.

Tinjauan AP SHOW merupakan antara beberapa kajian asas yang dapat membantu mengesan masalah seksual yang dihadapi penduduk rantau ini, seterusnya membolehkan kita mencari jalan penyelesaian masalah tersebut.

Oleh itu, banyakkan mendapat makluman mengenai isu sensitif ini, bertanya kepada doktor anda dan dapatkan bantuan jika anda memerlukannya.

Sumber : Utusan 26/04/2009

Butiran selanjutnya ...

無印 [むじるし] - NO BRAND


無印 [むじるし]

iSLAM HAS NO BRAND

there is no iSLAM HADHARi

there is no iSLAM UMNO

there is no iSLAM PAS

there is no iSLAM WAHABi

there is no iSLAM SALAFi

there is no iSLAM LiBERAL

there is no iSLAM SEDERHANA

there is no SiSTERS iN iSLAM

Tentu ada yang tertanya-tanya, kenapa saya masukkan entry yang ini, ya?
Heh... heh... ada orang label saya Islam Liberal,
sebab saya banyak kumpul artikel feminisme,
ada yang tuduh saya wahabi,
sebab saya simpan artikel yang tertulis nama Ibnu Tammiyah...
Apa-apapun label yang diberikan kepada saya,
cuma Allah Taala saja yang berhak menjatuhkan hukum,
bukan kamu, kamu atau kamu atau sesiapa saja...

Wahai jiwa-jiwa yang tenang jangan sekali-kali kamu mencuba jadi tuhan dengan mengadili dan menghakimi. Bahwasanya kamu memang tak punya daya dan upaya serta kekuatan untuk menentukan kebenaran yang sejati. Bukankah kita memang tercipta laki-laki dan wanita serta suku-suku dan bangsa-bangsa yang pasti berbeza. Bukankah kita memang harus saling mengenal dan menghormati, bukan untuk saling bercerai-berai dan berperang angkat senjata!

Seorang sahabat menasihati saya :

Kepada mereka yang suka merendah2kan atau menggelar2 kumpulan yang tidak sependapat dengan mereka, marilah renung ayat al-Quran dan Hadits dibawah;

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sesuatu puak (dari kaum lelaki) mencemuh dan merendah-rendahkan puak lelaki yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka dan janganlah pula sesuatu puak dari kaum perempuan mencemuh dan merendah-rendahkan puak perempuan yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka dan janganlah setengah kamu menyatakan keaiban setengahnya yang lain dan janganlah pula kamu panggil-memanggil antara satu dengan yang lain dengan gelaran yang buruk. (Larangan-larangan yang tersebut menyebabkan orang yang melakukannya menjadi fasik, maka) amatlah buruknya sebutan nama fasik (kepada seseorang) sesudah dia beriman dan (ingatlah), sesiapa yang tidak bertaubat (daripada perbuatan fasiknya) maka merekalah orang-orang yang zalim.

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani.” (Al-Hujuraat: 11-12)

“Siapa saja yang mengatakan kepada saudaranya : wahai kafir, maka akan kembali (ungkapan) ini pada salah satu dari keduanya. Apabila ia memang kafir, maka apa yang dikatakannya benar, namun apabila tidak kafir, maka ungkapan itu akan kembali kepada dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu ‘Umar)

Moga ada manfaatnya.

PEACE, NO WAR!



Butiran selanjutnya ...

Selasa, April 28, 2009

Sedekah tidak jadikan kita miskin


UMUM mengetahui setiap kita akan mati. Lalu, segala harta yang dimiliki akan ditinggalkan, tidak akan dibawa bersama ke dalam kubur. Walaupun begitu, masih ramai di kalangan kita yang keberatan menghulur sedekah atau zakat.



Lebih-lebih lagi dalam keadaan ekonomi yang kurang baik sebagaimana dialami sekarang.

Malah, tidak kurang yang fobia akan jatuh miskin jika berzakat atau bersedekah ketika mana mereka diuji dengan kesempitan hidup. Sedangkan Allah SWT berfirman yang maksud-Nya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai 100 biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas (kurnia-Nya) lagi maha mengetahui." (Surah al-Baqarah, ayat 261)

Wartawan MOHD. RADZI MOHD. ZIN menemu bual Eksekutif Zakat Pusat Pungutan Zakat Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan, Ahmad Husni Abdul Rahman bagi mengupas isu ini.

MEGA: Apabila keadaan ekonomi kurang baik ramai yang takut bersedekah. Antara sebabnya, takut tidak cukup makan dan kegunaan harian. Apakah benar dakwaan ini?

AHMAD HUSNI: Itu adalah anggapan yang tidak tepat dalam Islam. Walaupun ada pepatah Arab yang sebut, orang yang tidak ada apa-apa tidak mampu memberi apa-apa. Namun, memberi dalam keadaan kita serba kekurangan atau tidak ada adalah sangat berharga dan tinggi nilai peribadinya. Nabi Muhammad SAW pun tidak berharta tetapi baginda tetap bersedekah.

Dalam satu peristiwa, pernah Nabi memberikan baju yang baru dibeli dan dipakainya apabila didatangi oleh seorang lelaki Arab yang meminta baju itu daripada baginda.

Rasulullah SAW pernah bersabda daripada Abu Hurairah r.a. maksudnya: Sedekah tidak akan mengurangkan harta seseorang. Sesiapa yang bersikap pemaaf Allah akan menambahkan kemuliaan baginya. Dan sesiapa yang bersikap tawaduk kepada Allah maka Allah akan menaikkan darjatnya. (Sahih Muslim)

Penulis buku terkenal, Robert Kiyosaki dalam bukunya Rich Dad Poor Dad menyatakan dia berpegang teguh dengan prinsip tidak akan berlaku sesuatu kecuali kita mengorbankan sesuatu. Itu berdasarkan pengalaman Kiyosaki yang pada suatu ketika berada dalam ambang muflis. Tetapi dia mencari orang yang merempat tidak berumah dan membantu orang tersebut. Tidak lama kemudian, dia seolah-oleh dibentangkan jalan keluar daripada masalah kewangan yang dihadapinya.

MEGA: Ada juga yang bagi alasan miskin sebab itu tak perlu bagi sedekah. Betulkah?

AHMAD HUSNI: Kita jangan keliru dengan konsep sedekah. Sedekah tidak sama dengan zakat. Zakat bergantung kepada keupayaan dan keahlian manakala sedekah tidak bergantung kepada yang demikian. Analogi bahawa sedekah itu mesti dengan wang ringgit juga adalah tidak tepat. Rasulullah pernah bersabda bahawa senyum itu pun sedekah. Maknanya, sedekah itu tidak terlalu berkait dengan harta.

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: Setiap makruf itu sedekah, dan orang yang menunjukkan kepada kebaikan seperti orang yang melakukannya, dan Allah mengasihi orang yang membantu orang yang benar-benar memerlukan pertolongan. (Hadis riwayat al-Bukhari)

Jadi, kita masih boleh bersedekah tenaga, ilmu atau buah fikiran. Bukan semua orang yang berilmu itu kaya tetapi mereka boleh sedekahkan ilmu untuk kebaikan orang lain. Kemiskinan adalah perkara yang akan berlaku sepanjang masa. Dari segi teorinya, ia mungkin boleh dihapuskan tetapi realitinya ia tetap berlaku.

Pernah berlaku pada zaman Khalifah Umar Abdul Aziz walaupun seolah-olah sukar mencari golongan asnaf. Sebabnya iman rakyat ketika itu adalah tinggi dan semuanya tidak mahu terima zakat. Sebaliknya mahu menjadi pembayar zakat.

Hayatilah firman Allah yang bermaksud: "Syaitan itu menjanjikan (menakut-nakutkan) kamu dengan kemiskinan dan kepapaan (jika kamu bersedekah atau menderma) dan dia menyuruh kamu melakukan perbuatan yang keji (bersifat bakhil kedekut); sedang Allah menjanjikan kamu (dengan) keampunan daripada-Nya serta kelebihan kurnia-Nya dan (ingatlah), Allah Maha Luas limpah rahmat-Nya, lagi sentiasa meliputi pengetahuan-Nya." (Surah al-Baqarah, ayat 268)

MEGA: Ada juga individu yang apabila ekonomi meleset baru hendak membayar zakat. Adakah ini hikmah di sebalik hal itu?

AHMAD HUSNI: Bagi golongan begini, kita ucapkan selamat datang dan tahniah. Sebabnya, mereka sudah sedar tentang kewajipan berzakat.

Semasa waktu senang mungkin mereka terlupa mengingat Allah. Ini sebagaimana disebut dalam al-Quran yang maksud-Nya: "Ingatlah! Sesungguhnya jenis manusia tetap melampaui batas (yang sepatutnya atau sewajarnya). Dengan sebab ia melihat dirinya sudah cukup apa yang dihajatinya. Ingatlah, sesungguhnya kepada Tuhanmu tempat kembali (untuk menerima balasa)." (Surah al-Alaq, ayat 6-7)

Bagaimanapun, Allah yang Maha Pemurah bangga melihat hamba-Nya yang ingat kepada-Nya walaupun pada waktu mereka ditimpa kesusahan. Namun, sikap begini harus dipuji. Sebabnya waktu senang mereka susah nak bayar zakat tetapi apabila waktu susah, senang mengeluarkan zakat. Apa yang penting ialah niat, keikhlasan dan istiqamah dalam melaksanakannya.

Tidak dinafikan mungkin ada individu yang berkira-kira untuk memotong pembayaran zakat apabila ditimpa kesempitan. Saya berpendapat ini kurang sesuai kecuali dalam keadaan yang sangat kritikal. Kalau nak dibuat perbandingan contohnya kadar zakat RM10 atau RM20 sebulan, kita harus tolak dulu nilai top-up telefon bimbit atau langganan stesen televisyen berbayar sebelum memutuskan untuk potong bayar zakat.

MEGA: Kita maklum kelebihan menderma sebagaimana ayat 261 surah al-Baqarah di atas. Namun, ramai juga yang gelisah dan kurang senang apabila terlalu ramai yang datang meminta. Apakah saranan Islam dalam keadaan begini?

AHMAD HUSNI: Dari satu sudut barangkali senario sedemikian menunjukkan ekonomi kita kurang baik atau sedikit merosot. Demikian juga apabila semakin ramai yang membuat jualan langsung buku-buku. Tidak dinafikan sebahagian kita kurang senang apabila waktu makan tengah hari didatangi oleh empat atau lima orang daripada pertubuhan yang sama mengutip derma. Sedangkan kita sudah menderma kepada orang yang pertama tadi.

Dalam hal ini, kita mesti ada prinsip. Kalau tidak mahu bagi, cakap dan tolak dengan baik. Jangan pula tuduh yang bukan-bukan termasuk ada sindiket mengutip derma dan sebagainya. Jika ada kemampuan, bagi sekadar yang mampu. Kalau mereka letak harga atau syarat dan kita tidak mampu, katakan sejumlah ini saja yang saya mampu.

Ingatlah firman Allah yang maksud-Nya: "Menolak peminta (peminta sedekah) dengan perkataan yang baik dan memaafkan (kesilapan mereka) adalah lebih baik daripada sedekah (pemberian) yang diiringi (dengan perbuatan atau perkataan yang) menyakitkan hati dan (ingatlah), Allah Maha Kaya, lagi Maha Penyabar." (Surah al-Baqarah,ayat 263)

Jangan pula kita lupa bahawa sedekah itu antara pahala yang mampu sampai kepada kita selepas kita mati kelak. Ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang bermaksud: Apabila mati seseorang anak adam, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara: Iaitu sedekah yang berterusan pahalanya, ilmu yang dimanfaatkan dan anak soleh yang mendoakan untuknya. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

MEGA: Apakah pula strategi pihak yang mengutip zakat dalam keadaan ekonomi yang kurang memberangsangkan sekarang?

AHMAD HUSNI: Institusi seperti Pusat Zakat dan Baitulmal berhadapan dengan cabaran besar dalam keadaan semasa apabila melihat dunia dilanda kemelut ekonomi. Adalah dijangka permintaan terdapat bantuan akan meningkat. Pada masa yang sama kecenderungan masyarakat bayar zakat pula berkurangan. Oleh itu, kita perlu merancang dan membuat kajian teliti untuk memastikan apa yang diberi kepada fakir miskin menepati sasaran, tidak berlaku pembaziran dan tidak disia-siakan.

Ini sudah tentu memerlukan pengamatan dan pengawasan yang lebih teliti. Pada masa yang sama, kita akan menggiatkan usaha turun padang memberi penerangan kepada masyarakat tentang kewajipan berzakat. Ia sedang dilakukan melalui pembukaan kaunter penerangan di jabatan-jabatan kerajaan.

Selain itu, aktiviti ceramah untuk membangkitkan kesedaran juga akan dipergiatkan. Ini supaya kita dapat mengimbangkan antara mereka yang hilang pekerjaan dan mereka yang masih bekerja.

Pada masa yang sama hayatilah kata-kata Saidina Ali, apabila mengukur nikmat Allah, maka lihatlah orang yang lebih rendah atau kurang daripada apa yang kamu ada. Barulah kita tahu, bahawa di sebalik kekurangan dan kesempitan kita, ada lagi orang yang lebih susah daripada kita.

Sumber : Utusan 28/04/2009

Butiran selanjutnya ...

Mencari ketenangan hidup


Salam,

Tidak dapat kita nafikan manusia sangat memerlukan ketenangan dalam hidup ini. Ada berbagai cara dan bentuk usaha manusia dalam mencari ketenangan jiwa. Ada di antara mereka yang mencari ketenangan jiwa itu dengan pergi melancong, membeli belah, makan angin, bersukan, mereka seni, melukis, mengambil gambar dan sebagainya. Tidak kurang juga yang mencari ketenangan dengan ber'blogging'.

Ada pula sebilangan orang mendapat kelapangan hati dan terhibur dengan cara bergaul dengan manusia, berinteraksi sesama mereka serta melihat keindahan alam. Ada juga yang mencari ketenangan jiwa dengan beribadah seperti membaca al-Quran, berzikir, bersembahyang dan sebagainya.

Tanpa ketenangan jiwa, manusia akan menghadapi banyak risiko, bahkan ia akan mendatangkan penyakit jiwa seperti runsing, resah gelisah dan yang lebih parah lagi kemungkinan besar boleh menyebabkan seseorang itu tidak dapat membuat pertimbangan.

Bukan hiburan semata-mata

Dalam mencari ketenangan jiwa seseorang itu hendaklah berpandukan syarak supaya tidak terbabas daripada landasan syariat. Jika ketenangan dicari melalui permainan, bersuka-ria, dengan lagu, muzik, tari menari, berpesta karaoke atau seumpamanya, itu semua hanyalah bersifat sementara, bahkan akibatnya akan bertambah-tambah parah. Hanya masa sahaja yang akan menentukannya. Sudah menjadi fitrah manusia suka berhibur dengan kesenangan dunia seperti bersenang-senang dengan kemewahan, harta-benda, anak-pinak, bermain, makan minum, pakai dan sebagainya. Bahkan kehidupan dunia juga merupakan pentas permainan dan hiburan bagi manusia.

Firman Allah SWT yang bermaksud, "Dan tiadalah (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan." (Surah al-An'aam [006], ayat 32)

Firman-Nya lagi yang bermaksud, "Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaa-Nya dan rahmat-Nya, bahawa Dia menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki) isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Surah al-Ruum [030], ayat 21).

Dengan adanya ketenangan jiwa, akan memudahkan seseorang itu mengingati Allah SWT dan melakukan ibadah kepada-Nya kerana tujuan asal manusia itu diciptakan ialah untuk sentiasa menyembah Allah SWT. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran yang bermaksud, "Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah dan beribadat kepada-Ku." (Surah adz-Dzaariyaat [051], ayat 56)

Orang bukan Islam itu lebih menyukai hiburan dunia yang bertapak semata-mata pada nafsu kerana dunia adalah matlamat hidup mereka seperti juga yang digambarkan oleh al-Quran yang bermaksud, "Dan tentulah mereka akan berkata pula: Tiadalah hidup yang lain selain hidup kita di dunia ini, dan tiadalah kita akan dibangkitkan semula sesudah kita mati." (Surah al-An'am [006], ayat 29).

Sifat hiburan yang mereka sukai itu bukan sahaja melalaikan dan mempersonakan, bahkan lebih banyak membawa kepada perkara-perkara maksiat dan mungkar yang terang-terang mementang kehendak hukum syarak. Apa yang menyedihkan, hiburan sedemikian turut menjadi ikutan dan sajian orang-orang Islam yang sepatutnya menolak segala unsur-unsur mungkar dan maksiat itu.

Sifat orang lalai

Mereka turut terkeliru dengan pujuk rayu orang-orang yang bukan Islam yang mempamerkan hiburan-hiburan palsu sebagai jalan untuk menenangkan jiwa. Namun ketenangan itu cuma seketika, selepas itu kesusahan akan datang kerana ia bertunjangkan fantasi, angan-angan dan khayalan semata-mata. Sebagai orang Islam, kita hendaklah memahami jalan-jalan yang mesti diikuti dalam mencari hiburan. Al-Quran ada mengingatkan kita bahawa orang yang mengutamakan perkara-perkara yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan, yang menyesatkan dirinya dan menyesatkan orang lain akan mendapat azab yang menghinakan, sebagaimana firman Allah SWT yang bermaksud, "Dan ada di antara manusia: orang yang memilih serta membelanjakan hartanya kepada cerita-cerita dan perkara-perkara hiburan yang melalaikan; yang berakibat menyesatkan (dirinya dan orang ramai) dari agama Allah dengan tidak berdasarkan sebarang pengetahuan; dan ada pula orang yang menjadikan agama Allah itu sebagai ejek-ejekkan; merekalah orang-orang yang beroleh azab yang menghinakan." (Surah Luqman [031], ayat 6)

Sifat suka kepada hiburan atau permainan yang melalaikan itu adalah antara paradigma orang bukan Islam. Ini digambarkan oleh firman Allah SWT dalam tafsirnya, "(Orang-orang kafir itu adalah) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan gurau-senda (hiburan) yang melalaikan, dan mereka telah terpedaya dengan kehidupan dunia (segala kemewahannya dan kelazatannya). Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami." (Surah al-A'raaf [007], ayat 51)

Inilah persepsi yang difahami oleh sebahagian masyarakat sekarang, sedangkan maksud hiburan itu sendiri lebih luas daripada itu. Hiburan bermaksud mencari ketenangan jiwa, dari itu hanyalah hiburan sejati yang mampu mencapai maksud tersebut.

Mencari ketenangan hidup

Hiburan sejati ialah hiburan yang bertapak di hati. Ia boleh membawa hati yang tenang. Syarat bagi ketenangan hati itu ialah dengan mengisi keperluan asasinya iaitu iman. Firman Allah SWT yang bermaksud, “Orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Surah Ar-Ra'd [013], ayat 28)

Oleh itu orang yang beriman akan mendapat hiburan dengan cara berhubung dengan Allah dengan melaksanakan perintah, kewajipan, melakukan perkara-perkara yang disunatkan seperti zikir, puasa, sedekah dan lain-lain seumpamanya, berinteraksi dengan alam ciptaan Allah, dan menerima segala ketentuan daripada Allah SWT.

Apabila melaksanakan perintah Allah, mereka terhibur kerana merasakan perintah itu datang daripada kekasihnya. Kalau yang menyuruh itu kekasih, tidak ada yang disusahkan bahkan kegembiraan yang akhirnya membawa ketenangan. Mereka rasa seronok dan terhibur dengan ibadah tersebut.

Orang mukmin juga rasa terhibur dengan warna kehidupan yang dicorakkan oleh Allah. Hatinya sentiasa bersangka baik dengan Allah, membuatkannya tidak pernah resah. Apabila diberi nikmat mereka rasa terhibur, lalu bersyukur. Diberi kesusahan, mereka terhibur, lalu bersabar. Mereka yakin dengan firman Allah SWT yang bermaksud, “(Katakanlah wahai orang-orang yang beriman: “Agama Islam yang kami telah sebati dengannya ialah): Celupan Allah (yang mencorakkan seluruh kehidupan kami dengan corak Islam); dan siapakah yang lebih baik celupannya selain daripada Allah? (Kami tetap percayakan Allah) dan kepada-Nyalah kami beribadat.” (Surah Al-Baqarah [002], ayat 138)

Orang yang beriman juga akan terhibur apabila melihat alam ciptaan Allah SWT. Mereka merasa tenang, bahagia dan gembira melihat pantai, bukit bukau, langit, laut dan sebagainya. Melihat, mendengar dan berfikir tentang keindahan itu sudah cukup bagi mereka merasai keindahan alam dan kebesaran pencipta-Nya. Sifat sedemikian merupakan sifat orang-orang yang bertaqwa iaitu orang yang berusaha memelihara dirinya daripada menyalahi hukum dan undang-undang Allah Ta‘ala. Firman Allah SWT yang bermaksud, “Sesungguhnya pertukaran malam dan siang silih berganti, dan pada segala yang dijadikan oleh Allah di langit dan di bumi, ada tanda-tanda (yang menunjukkan undang-undang dan peraturan Allah) kepada kaum yang mahu bertaqwa.” (Surah Yunus [010]: 6)

Selain itu mereka ini dapat menghayati maksud sabda Rasulullah SAW yang maksudnya, “Sesungguhnya Allah itu indah. Dia suka keindahan.” (Hadis riwayat Muslim)

Islam tidak menolak hiburan dari luar selama hiburan luar itu boleh menyumbang dan menyuburkan lagi hiburan dalaman hati dengan syarat ia mematuhi syariat. Alunan ayat suci Al-Qur‘an, selawat yang memuji Nabi, lagu yang menyuburkan semangat jihad, puisi atau syair yang menghaluskan rasa kehambaan kepada Tuhan, pasti akan menyuburkan lagi iman mereka. Firman Allah SWT yang tafsirnya, “Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu kitab suci Al-Qur‘an yang bersamaan isi kandungannya antara satu dengan yang lain (tentang benarnya dan indahnya), yang berulang-ulang (keterangannya, dengan berbagai cara); yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah.” (Surah Az-Zumar [039], ayat 23)

Firman-Nya lagi yang bermaksud, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifat-Nya) gementerlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menjadikan mereka bertambah iman, dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah (bertawakal).” (Surah Al-Anfaal [008], ayat 2)

Dan firmanNya lagi yang tafsirnya, “Iaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gerun gementarlah hati mereka, dan orang-orang yang sabar terhadap kesusahan yang menimpa mereka, dan orang-orang yang mendirikan sembahyang, serta orang-orang yang mendermakan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepadanya.” (Surah Al-Hajj [022], ayat 35)

Semua ibadat jika dilaksanakan dengan penuh perhatian, pasti akan memberi ketenangan jiwa, lihat sahaja ibadat sembahyang, sekalipun merupakan suatu kewajipan orang Islam, ia juga suatu hiburan yang kekal yang menjadikan hati orang yang beriman dan bertaqwa itu terhibur dengan sembahyang kerana mereka terasa sedang berbisik-bisik, bermesra, mengadu dan merintih dengan kekasih hatinya iaitu Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahawa dengan sembahyang, hati orang beriman dan bertaqwa sudah terhibur, Baginda bersabda yang maksudnya, “Di antara kesenangan dunia yang aku sukai ialah wanita, wangi-wangian dan penenang hatiku adalah sembahyang.” (Hadis riwayat Al-Nasa‘ei)

Semoga kita sentiasa menjaga iman dan rahmat Allah SWT adalah hampir kepada mereka yang sentiasa berserah diri kepada-Nya. Amiin.

Butiran selanjutnya ...

Siti Hajar menemui telaga Zamzam

SITI Hajar merupakan seorang hamba di negara Mesir yang dihadiahkan oleh Raja Mesir kepada Sarah, isteri nabi Ibrahim sewaktu mereka berhijrah ke negara Mesir.

Selepas itu, Sarah menghadiahkan Siti Hajar kepada Nabi Ibrahim dan dinikahi supaya mereka mendapat seorang anak hasil perkahwinan mereka. Nabi Ibrahim bernikah dengan Siti Hajar di atas permintaan isterinya di Baitulmuqaddis.

Tidak berapa lama kemudian, Siti Hajar hamil dan dia berasa gembira dengan kehamilannya. Siti Hajar berasa lebih dihormati daripada Sarah dan ia menimbulkan kecemburuan pada diri Sarah. Sarah tidak dapat menahan perasaan cemburunya itu lalu dia terus berjumpa nabi Ibrahim bagi meluahkan perasaannya.

Kelahiran Ismail membuatkan cemburu Sarah semakin kuat dan dia menuntut nabi Ibrahim supaya membawa Siti Hajar jauh dari pandangan matanya. Permintaan Sarah membuatkan nabi Ibrahim memohon petunjuk dari Allah lalu turunlah wahyu dari Allah yang meminta Siti Hajar dan Ismail dibawa ke Mekah.

Nabi Ibrahim akur dengan perintah Allah lalu membawa Siti Hajar bersama Ismail keluar dari negara Baitulmuqaddis menuju Mekah. Mekah pada ketika itu masih belum berpenghuni dan tiada sumber bekalan air yang dapat diperolehi di sekitarnya.

Mereka bertiga terus berjalan dengan menunggang unta, sehingga tiba di suatu kawasan berhampiran dengan Baitullah di Mekah. Nabi Ibrahim meminta Siti Hajar yang mendukung Ismail duduk di bawah sebatang pokok besar yang tumbuh di sana.

Nabi Ibrahim menyerahkan bekalan di tangannya kepada Siti Hajar yang kelihatan terkejut dan tergamam melihat kawasan sekelilingnya yang kering kontang tanpa penghuni.

Nabi Ibrahim kelihatan mahu meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di kawasan itu lalu pulang ke Baitulmuqaddis. Siti Hajar bangkit dari duduknya lalu mengejar Ibrahim bagi menanyakan sesuatu yang tersimpan di hatinya.

"Ibrahim, kamu mahu ke mana? Mengapa kamu meninggalkan kami berdua di lembah yang tiada penghuni dan kering kontang?" tanya Siti Hajar dengan nada mahu tahu.

Namun pertanyaan Siti Hajar tidak mendapat maklum balas dan nabi Ibrahim terus melangkah meninggalkan Siti Hajar yang mengejarnya tanpa menoleh ke arahnya. Tiba-tiba Siti Hajar bertanya lagi dengan soalan lain pula supaya dia mendapat jawapan dari nabi Ibrahim.

"Adakah ini perintah Allah?" meluncur soalan lain dari mulut Siti Hajar.

"Ya," balas nabi Ibrahim yang terus melangkah tanpa menoleh kepada Siti Hajar dan Ismail.

"Seandainya begitu, kami tidak akan dipersia-siakan..." Siti Hajar kembali ke tempat duduknya di bawah pokok kerana mengetahui Allah akan menjaganya dan anaknya.

Nabi Ibrahim terus berjalan dan terus berjalan meninggalkan lembah itu sehingga tiba di sebuah kawasan bernama Saniyyah.

Kemudian beliau menadah tangan berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya saya meninggalkan sebahagian keturunan saya di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman berhampiran rumahmu (Baitullah) yang dihormati.

Bersyukur

"Ya Tuhan kami, jadikanlah keturunan ku mereka yang mendirikan solat, dan jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur".

Siti Hajar duduk keseorangan sambil memandang wajah anaknya yang sedang menyusu. Apabila Ismail sudah habis menyusu, tekak Siti Hajar berasa kering lalu diambilnya bekas berisi air bagi membasahkan tekaknya.

Oleh kerana cuaca terlalu panas, rasa dahaganya tidak hilang walaupun Siti Hajar sudah beberapa kali meneguk air dari bekasnya. Akhirnya bekalan air dalam bekas itu habis diminum. Rasa dahaganya masih belum hilang lagi. Ini membuatkan Siti Hajar menghentak kakinya ke tanah sebagai tanda kesal bekalan airnya sudah habis.

"Mungkin ada orang di kawasan bukit itu," detik hati Siti Hajar yang melihat bukit Safa, bukit yang paling dekat dengan tempat dia duduk.

Siti Hajar bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan pantas menuju ke bukit Safa. Namun, dia berasa kecewa kerana tiada sesiapa pun di kawasan itu. Kemudian, dia turun dari bukit itu lalu berjalan pantas menuju ke bukit Marwah dan melihat sekeliling seandainya ada orang lalu di situ.

Hatinya sedih apabila melihat tiada sesiapa di sana. Siti Hajar berulang kali berlari-lari anak di antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali dan kini ia menjadi amalan dalam rangkaian ibadah haji.

Siti Hajar terdengar suara seseorang semasa menaiki bukit Marwah, lalu dia mengadu kepada Allah. Dia takut seandainya terdapat jin atau benda lain yang mengganggunya di kawasan yang tidak berpenghuni itu.

"Ya Allah! Engkau memperdengarkan suara kepada saya. Bantulah saya dan jauhilah kami daripada perkara yang tidak diingini," doa Siti Hajar kepada Allah supaya melindungi dirinya dan anaknya.

Jibrail melihat Siti Hajar dan anaknya dahaga kerana tiada bekalan air. Jibrail menghentakkan sayapnya ke tanah lalu terpancutlah air mata air dari tanah. Air mata air itu terpancut kuat dan laju memenuhi kawasan sekelilingnya sehingga membentuk satu kolam kecil. Siti Hajar dan anaknya meminum air mata air itu sepuas-puasnya bagi menghilangkan dahaga mereka.

"Kamu tidak akan dahaga di Mekah kerana sesungguhnya zamzam merupakan air mata air yang dianugerahkan sebagai minuman tetamu Allah. Ibrahim akan kembali ke sini dan membina rumah Allah bersama Ismail nanti," jelas Jibrail sebelum menghilangkan diri dari pandangan Siti Hajar dan Ismail.

Sumber air itu membuatkan golongan bangsa Jurhum yang selalu lalu-lalang di kawasan Mekah singgah bagi membuat penempatan di sekitar air mata air zamzam.

Walaupun ramai orang berbangsa Jurhum berduyun-duyun berhijrah ke Mekah bagi memulakan penghidupan, namun mereka menghormati Siti Hajar yang pertama tiba di kawasan itu.

l Petikan daripada buku Srikandi Perisai Nabi terbitan PTS Publications & Distributors Sdn. Bhd.

Sumber : Utusan 28/04/2009

Butiran selanjutnya ...
Related Posts with Thumbnails